Sabtu, 16 Juli 2011

Cinta Rujak Bebek (Part XI)

yowess lanjut PCCN :))

Tiba2 saja dokter keluar.
"lho Ranis kenapa ada disini..?" tanya Dokter heran.
Namun aku tak menjawab, bibirku terasa berat untuk mengeluarkan sepatah katapun.
"kak Ranis!" teriak Shilvia dengan berlinangan air mata.
Aku tetap diam, aku merasa separuh dari raga dan jiwaku menghilang.
Yang ada hanya perih dihatiku.
"kak Eza.. Kak Eza meninggal kak.." ucap Shilvia histeris, matanya sudah bengkak seketika, raut wajahnya muram penuh dengan kepahitan kenyataan.
"enggak! Bawa aku ke Eza!" tiba2 saja suaraku bisa keluar, jantungku terasa berdetak normal, namun semakin dekat Shilvia membawaku ke dekat Eza, detak jantungku makin cepat..
"Ezaa...!" suaraku begitu melengking dan Airmataku mengalir deras.
 Kucoba sentuh tangan Eza dengan tanganku yg utuh.. Dan tubuh Eza.. Terasa.. Dingin.. Tangisku makin menjadi-jadi.
"eza.. aku mohon bangun.. kamu ga boleh ninggalin aku.. aku ga ikhlas! aku ga siap kehilangan kamu.. aku mohon Za bangun.. kamu baru aja dateng lagi ke hidupku, dan sekarang kamu mau pergi lagi? Apa kamu tega lakuin itu? Bangun Za.."  Teriakku histeris sambil menciumi tangan Eza dari telapak tangan hingga pangkal tangannya.
Sungguh aku belum siap jika harus kehilangannya sekarang. Aku gamau kehilangan Eza lagi! Cukup enam tahun aku menderita karna kehilangan Eza. Aku.. Aku tak akan pernah kuat jika harus kehilangan dia dengan keadaan yang menyedihkan ini. Aku pasti akan menyalahkan diriku sendiri seumur hidupku ini.
Tiba2 aku merasakan genggaman ditanganku. Itu adalah tangan Eza yang menggenggam tanganku!
Eza bangun!
"EZA! Tanteh Dokter tadi Eza megang tangan aku! Aku yakin Eza masih hidup!" ucapku ngotot.
Dokter menghampiri Eza dan mencari letak denyut nadinya, ternyata nadinya tidak ada.
"Ranis, kamu harus kuat, Eza sudah benar2 tidak ada.." ucap Dokter Vicha.
Aku menggenggam tangan Eza semakin erat, namun tak ada reaksi dari Eza.
"tapi tanteh tadi aku ngerasa Eza genggam tangan aku, tadi dia balas genggaman tanganku aku tan.. Dokter aku serius aku mohon Dok percaya!" ucapku tetap ngotot.
"sayang.. ikhlasin Eza.. Tante tau kamu belum siap, karna tante juga begitu. Tapi percayalah ini yang terbaik buat Eza"
Ucap tante Calista bijaksana, namun dari sorot matanya terlihat jelas bahwa ia juga tertekan.
Sementara Shilvia hanya terus menangis dipundak Eza.
"Ranis. Ada apa sama Eza?" tanya Zehan.
Aku tak menjawab, hanya airmataku yang bisa keluar, aku terpaku dan membisu..
"Eza.. Meninggal.." ucap tante Calista menjawab pertanyaan Zehan padaku.
"nggak! Eza masih hidup! Aku yakin Eza masih hidup..!" teriakku histeris.
"nak tolong bawa Ranis keluar dulu ya.. Mungkin dia belum bisa terima kenyataan ini.." pinta tante Calista pada Zehan.
"gak mau! Ranis mau nemenin Eza..!" aku terus berteriak, menangis dan terus berharap ini semua hanya mimpi!
Namun Zehan tetap membawaku keluar, dia mendorong kursi rodaku menjauh dari Eza.
Aku tak tahan!
Aku bermaksud beranjak dari kursi roda yg sedang di dorong Zehan, namun kakiku tersangkut.. Akupun terjatuh dengan posisi tertunduk ke lantai.
"Ranis!" teriak Zehan yang kaget melihatku terjatuh.
Sekuat tenaga aku tahan rasa sakit pada tanganku, rasa sakit ini belum seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit kehilangan Eza.
Zehan dan tante Calista membantuku untuk bangun, terlihat raut wajah khawatir pada mereka.
"Eza masih hidup tante.. Eza masih hidup.." lagi2 hanya itu kata2 yang terucap dari mulutku.
"sayang.. Tante tau kamu sangat menyayani Eza.. Tapi ini kenyataan yg ga bisa di tolak.." ucap tante Calista.
Aku melirik lagi kearah tubuh Eza yang masih terbaring, Shilvia masih menangis dipundak Eza.
Dan.. Lagi2 aku melihat tangan Eza bergerak.
"Aku mau kedeket Eza.. Satu kali lg.. Plis.." pintaku pada Zehan dan tante Calista.
Akhirnya tante Calista menggandengku menuju tempat tidur Eza. Tanganku juga didekapnya, sepertinya ia sangat khawatir dengan kondisiku.
Sementara aku tidak memperdulikan kdadaanku sendiri. Bahkan aku rela kehilangan tangan kananku agar bisa terus bersama Eza jika tanganku memang bisa dijadikan tumbal.
Setelah berada tepat disampingnya. Lagi2 kucoba menggenggam tangannya.
"Ateng.. Aku tau kamu masih hidup dan kamu juga pasti masih mau nemenin aku.. Aku mohon bangun.. Buktiin ke mereka kalo kamu masih hidup.. Aku yakin feelingku sama kamu.. Bangun Za.. Aku sayang kamu.." ucapku sambil menggenggam tangan Eza dengan sangat Erat, bisa dibilang bukan menggenggam, tapi meremas..
an benar Eza membalas, aku langsung memalingkan wajahku pada wajah Eza.. Ternyata matanya sudah mulai terbuka!
"Tante Dokter , Eza bangun!" teriakku histeris.
Semua langsung berpaling pada Eza.
Dokter langsung memeriksa detak jantung dan sorot mata Eza.
"bisa keluar sebentar? Biar kami yg menangani Eza.. Dia masih hidup" ucap Dokter Vicha.
"tapi aku mau disini nemenin Eza!" pintaku dengan paksa.
"sayang, ini semua demi Eza.. Kamu harus sabar dan bisa menahan diri" jelas tante Calista.
"iya kak mama bener.. Yang penting kita udah dapet mukjizat dan harapan.. Kita tinggal nunggu hasilnya sambil berdoa kak!" ucap Shilvia.
"Ranis.. Jangan sampe karna sikap kamu yang egois malah jadi memperburuk keadaan yang udah membaik.." ucap Zehan yg ikut menasehati aku.
"oke.." ucapku dengan suara pilu.
Dengan sangat perlahan aku melepaskan genggamanku pada tada tangan Eza..
Akhirnya dengan berat hati akupun keluar dari kamar rawat bersama tante Calista, Shilvia dan Zehan.
Shilvia terus menggenggam tanganku. Sementara tante Calista mendekapku sambil membelai pipiku.
Semua tahu kecemasan yang menghantuiku sangat besar.
Aku juga tau, beban fikiran yg dirasakan tante Calistapun lebih besar, karna jika Eza benar2 gak sadar berarti tante Calista akan kehilangan anaknya, dan Shilviapun harus rela kehilangan kakaknya.
Sementara aku, aku merasa akan kehilangan jantungku jika Eza benar2 pergi untuk selamanya.
Tiba2 saja dokter keluar dari kamar, tentu saja, aku, tante Calista, Shilvia dan Zehan langsung menghampiri Dokter.
"Dokter bagaimana keadaan Anak saya?" suara tante Calisa terdengar penuh kecemasan.
"kakak aku gimana dok?" sambung Shilvia yg sudah sangat tidak sabar.
"E.. Eza.." ucapku dengan suara parau.

APA KATA DOKTER ?
BAGAIMANA KEADAAN EZA ?
SIMAK DI PART XI :D

*NISNIS*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar