Kamis, 29 Mei 2014

CAN'T STOP (OneShoot)

 CAN'T STOP (OneShoot)

Cast :  YONGHWA (CNBLUE) , JONGHYUN (CNBLUE) , MINHYUK (CNBLUE), JUNGSHIN (CNBLUE),SEOHYUN (SNSD) & PARK SHIN HYE.
Author : Annis Prianti (Nisnis)
Twitter : @annisRprianti_


Rasanya baru kemarin aku memelukmu erat dalam dekapku, sambil memandang indahnya bintang yang bersinar dilangit. Tapi kau sudah meninggalkanku dengan berjuta kenangan indah yang tersisa. Aku tidak menyesal, hanya saja rasa itu masih belum bisa berhenti. Aku masih belum bisa melepaskan kepergianmu. Mungkin lebih tepatnya jika aku katakan belum siap. Saat semuanya harus berakhir, apa yang harus ku lakukan untuk mengakhiri sebuah akhir?
                                                                                                                                                              

Can't Stop 

Geoul cheorom maeil sarayo, naui haruneun geudaeui geoshijyo...
(I live as a mirror everyday, My day is yours...)

Rasanya baru kemarin aku memelukmu erat dalam dekapku, sambil memandang indahnya bintang yang bersinar dilangit. Tapi kau sudah meninggalkanku dengan berjuta kenangan indah yang tersisa. Aku tidak menyesal, hanya saja rasa itu masih belum bisa berhenti. Aku masih belum bisa melepaskan kepergianmu. Mungkin lebih tepatnya jika aku katakan belum siap. Saat semuanya harus berakhir, apa yang harus ku lakukan untuk mengakhiri sebuah akhir?

***

Ini tepatnya lima tahun lalu dipinggir jalan sepi tepat sesaat sebelum senja menjemput sang matahari untuk mengakhiri tugasnya hari ini. Aku melihat seorang wanita yang sedang melukis langit yang sore ini terlukis indah menyelimuti Bumi.
"Oppa, lihat... Indah sekali bukan langit sore ini?" Seohyun menunjukkan lukisannya sore ini.
"Ya... Indah sekali..." Sahutku sambil tersenyum dan menatap tajam diam-diam dalam senyumnya.
"Oppa... Nyanyikan lagu itu... Hmm... Love Light..." Pinta Seohyun.
"Aku tidak membawa gitar, Mianhae..." Sahutku sedikit menyesal karena tak membawa gitarku.
"Lakukan tanpa gitar, Oppa... Aku sangat ingin mendengarnya..." Pinta Seohyun penuh harap.
"Baiklah..." Aku menghela napas panjang sebelum bernyanyi.
"One... Two... Three..." Seohyun menatapku dengan bersemangat.

"Geudael bomyeon eolguri ppalgaejigo. Geudael bomyeon gaseumi dugeungeun. Aicheoreom sujupgiman hago. Geudael bomyeon gwaensiri useumi na babocheoreom jakkuman geurae. Ama naege sarangi on geonga bwa... Uh geudaeneun nae maeumsogui president nae gaseume byeorul sunochi. I'm genie for you girl nae sumeul meotge haji. Geudae ga wonhaneun geon da neoreul saranghanikka. Nae sarangui iyuneun neojanha you know. Geudaeneun darling, bamhaneul byeolbitboda areumdawoyo... Nae maeum sok gipeun goseseo banjjakgeorineun sarang bit. Geudaereul saranghaeyo darling eonjena nae gyeoteseo bicheul naejwoyo. Meil bam barabogo barabwado areumdawoyo geudaen naui sarang bit..." Aku selipkan senyum diakhir bait lagu yang ku nyanyikan.

"Wooo..." Seohyun gembira bertepuk tangan.
"Kau membuatku malu..." Ucapku sambil terus menatap wajah cantiknya.
"Oppa, besok kita bisa bertemu lagi bukan?" Terlukis sebuah kecemasan diwajah Seohyun.
"Tentu... Kenapa tidak?" Jawabku sambil membelai lembut puncak kepalanya.
"Entah kenapa, aku takut tidak bisa bertemu lagi dengan Oppa..." Lirih Seohyun.
"Apa kau akan pergi kesuatu tempat?" Aku pun mulai merasa gelisah.
"Aku tidak tau... Rasa takut itu tiba-tiba tersirat dalam hatiku... Rasanya sesak, Oppa... Aku merasa benar-benar takut dan sedih membayangkannya..." Lirih Seohyun.
"Aku tidak akan pergi kemanapun... Tenanghlah... Besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan dan seterusnya kita akan terus bertemu." Aku mencengkram pundak Seohyun lembut.
"Ya... Mungkin aku hanya sedang sangat merindukanmu." Seohyun meremas jemariku yang masih mencengkram lembut bahunya.
"Mari aku antar pulang..." Ku ulurkan tanganku pada Seohyun.
Seohyun menyambut uluran tanganku dengan segaris senyum dibibirnya. Aku pun mengantar Seohyun pulang.
Itulah hari terakhir aku bertemu dengannya. Keesokan harinya, lusa, seminggu kemudian, sebulan kemudian, setahun kemudian bahkan lima tahun kemudian aku benar-benar tidak bertemu dengannya. Aku mencoba menghubunginya lewat telepon namun nomernya tidak aktif, saat datang ke rumahnya pun sudah tidak ada lagi yang tinggal di rumah itu. Aku tak tau lagi harus mencarinya dimana lagi. Aku benar-benar kehilangan Seohyun. Aku masih mendatangi rumah, dan taman yang sering kami kunjungi sejak lima tahun lalu hingga sekarang. Aku masih mencoba menghubungi nomernya sejak lima tahun hingga sekarang. Aku masih menyimpan lukisan wajah cantiknya dalam hatiku sejak lima tahun yang lalu hingga sekarang.

Babocheoreom ajik sarang hana bwa... Na geudaeboda...
I still love you like a fool... More than you...

Aku bukannya tidak berusaha untuk melupakan Seohyun, namun kehilangan Seohyun begitu mendadak membuatku menolak kenyataan bahwa Seohyun benar-benar hilang dalam hidupku. Semua karena terjadi begitu mendadak, hingga aku merasa ini bukan akhir dari kenyataan yang ahrus aku terima. Tak hanya saat angin malam berhembus dengan dinginnya, bahkan panasnya sinar matahari pun tak membiarkanku untuk tidak memikirkan semua hal tentangmu. Dimana Seohyun? Apakah sudah makan? Apakah harinya menyenangkan? Apakah Seohyun pernah memikirkanku walau sekali? Apakah dia merindukanku seperti aku merindukannya seperti orang gila yang kehilangan semua memori dalam pikirannya? Dan... Apakah Seohyun mempunyai perasaan yang sama dengan perasaanku?
Aku bahkan belum menyampaikan perasaanku selama ini. Selama satu tahun aku menyianyiakan waktu untuk mengungkapkan perasaanku, hingga hanya kehilangan yang aku terima dari buah perasaan ini. Aku bahkan masih ingat wajah ceria maupun sedihnya saat dia bersamaku. Masih terlukis dipikiranku garis wajah cantik yang terukir senyum manis itu. Masih terngiang ditelingaku suara merdu dan manjanya saat bersamaku. Semua masih seperti dulu bagiku, seperti lima tahun lalu. Entah kau meninggalkanku pergi kesuatu tempat, atau kesuatu dunia yang membuat kita tidak bisa bertemu lagi... "Seohyun, apakah kau masih hidup?" Teriakan hatiku terus bergemuruh dalam akal yang perlahan mulai hilang dari kesadaran akan kenyataan yang aku jalani sekarang.

***

"Hyung, ada paket untukmu... Apakah kau belanja online?" Namja dengan mata minimalis itu memberikanku sebuah kotak yang tidak jelas berasal darimana.
"Apakah ini dikirim lewat pos? Aku tak menemukan alamat pengirimnya..." Aku membolak-balik paket itu namun tak menemukan segaris tinta sedikitpun, kecuali sebuah kertas yang tertempel dalam kotak ini yang tertulis namaku.
"Aku tidak tau, saat aku ingin masuk kedalam rumah, aku menemukan ini didepan pintu... Karena tertulis nama Hyung dalam kertas itu, jadi aku berikan pada Hyung." Jelas Minhyuk, Namja bermata sipit itu.
"Hmm... Baiklah, terima kasih..." Aku pun membawa kotak itu masuk kedalam kamarku.
Aku membuka perlahan kotak misterius itu, aku menemukan sebuah surat dan beberapa lembar foto.
"Oppa... Apakah kau masih mengingatku? Jika kau lupa, kau bisa lihat foto-foto yang aku kirimkan padamu... Oppa... Bagaimana kabarmu? Apakah kau merindukanku?"
"Bodoh... Apakah ini lelucon? Siapa yang berani membuat lelucon seperti ini? Apakah ini benar-benar kau, Seohyun?" Mataku serasa perih. Aku terdiam menatap setiap lembar foto satu-persatu dengan perasaan yang tak bisa lagi diungkapkan.
"Hyung, apakah kau didalam?" Suara pintu terketuk diiringi suara lembut Jonghyun.
"Masuklah..." Jawabku sambil membereskan kotak serta isi kotak yang baru saja membuatku malu pada diri sendiri sebagai seorang pria yang rapuh.
"Hyung, aku menemukan ini dipinggir kebun halaman rumah kita saat menyiram tanaman. Apakah ini milikmu? Tertulis namamu disudut kotak kecil ini." Ungkap Jonghyun.
"Apa lagi ini? Pakah ini sebuah lelucon untukku?" Lirihku dengan suara tertahan. Aku tak dapat lagi membedakan mana kesedihan dan emosi yang tertekan ini.
"Apakah ada yang salah, Hyung? Apakah seseorang sedang menerormu?" Jonghyun menatapku dengan pandangan aneh bercampur cemas. Aku melihat alisnya terangkat.
"Tidak, lupakan saja. Taruh saja dimejaku kotak itu." Aku membelakangi Jonghyun dan mengambil gitarku.
"Hm... Baiklah..." Jonghyun meletakkan kotak kecil itu dimejaku, lalu beranjak keluar kamarku.
"Seohyun, apakah semua ini benar-benar pemberian darimu?" Aku terdiam sesaat lalu bergegas mengambil jaketku dan berlari menuju suatu tempat.

***

"Apakah seseorang sedang mengerjaiku?!" Aku berteriak tepat didepan rumah Seohyun yang masih terlihat sama seperti lima tahun yang lalu, kosong.
Aku juga sudah berusaha menghubungi nomernya, namun masih sama seperti lima tahun yang lalu, tidak mendapatkan informasi apapun karena nomer itu masih tidak bisa dihubungi. Lalu siapa yang melakukan semuanya? Apa arti semua yang terjadi saat ini?
Aku kembali pulang ke rumah kami dengan perasaan kesal bercampur dengan rasa penasaranku. Namun tanpa kuduga, aku menemukan sebuah kotak lagi yang tertulis namaku. Aku langsung membukanya dan menemukan selembar kertas.

Geudaeneun darling, bamhaneul byeolbitboda areumdawoyo... Nae maeum sok gipeun goseseo banjjakgeorineun sarang bit. Geudaereul saranghaeyo darling eonjena nae gyeoteseo bicheul naejwoyo. Meil bam barabogo barabwado areumdawoyo geudaen naui sarang bit...

"Ya! Apa yang sebenarnya terjadi?!" Aku bergegas masuk kerumah karena teringat oleh kotak kecil yang ditemukan Jonghyun yang belum sempat aku buka dan belum tau apa lagi yang ada didalam kotak kecil itu.
Saat sampai didalam kamar aku langsung membuka kotak kecil itu, dan ternyata isinya adalah sebuah sehelai daun dari pohon yang tak asing lagi bagiku.
"Daun ini... Apa lagi ini... Apa aku harus menuju ke taman itu? Sekarang?" Aku masih menggenggam sehelai daun itu.
Aku langsung berlari menuju taman tempat aku dan Seohyun bertemu. Namun lagi-lagi aku tak menemukan apapun disana. Untuk kesekian kalinya aku ditipu oleh perangkap kotak-kotak merah muda ini.
"Siapa yang melakukan semua ini!? Apakah ini lucu?!" Aku berteriak sekencang yang aku bisa.
Keadaan taman sepi karena hari mulai gelap. Namun aku masih terjebak oleh petunjuk-petunjuk misterius yang menjebakku dalam keadaan ini. Aku duduk tersungkur dibawah pohon, dan bersandar pada kaki pohon yang kokoh. Terdiam dan merenung, memikirkan apa yang sedang aku lakukan saat ini.
Aku benar-benar masih terobsesi oleh Seohyun, sehingga aku selalu bersemangat saat aku menemukan petunjuk tentang dirinya. Harusnya sejak awal aku sadar bahwa aku sedang dikerjai, entah oleh siapa.
"Seohyun... Apa lagi yang harus aku lakukan untuk melupakanmu... Haruskah aku bersikap gila seperti ini terus? Bahkan aku tidak tau, apakah kau masih hidup atau sudah meninggalkanku..." Aku terpejam menikmati semilir angin malam di taman yang semakin terasa sepi ini. Ku Nikmati saat angin berhembus lembut menampar pipiku. Aku merindukanmu, Seohyun...

***

"Hyung, bangunlah..." Seseorang mengguncang tubuhku sedikit kasar.
"Yaa...." Aku mengerjapkan mata, berusaha membiasakan mata dengan cahaya yang begitu terang dari langit.
"Kenapa kau melakukan hal ini lagi? Bukankah kau sudah lama tak melakukan hal bodoh ini?" Minhyuk menatapku iba.
"Apakah aku tertidur lagi disini?" Aku masih menatap sekeliling dengan mata menyipit melawan kilatan cahaya matahari.
"Menurutmu, apa yang sedang kau lakukan, Hyung?! Ah..Sudah cepatlah pulang, kita harus tampil di Universitas Seoul siang ini." Minhyuk meninggalkanku berjalan perlahan meninggalkan taman ini
Aku masih berusaha meraba tanah kasar tempat aku tidur, namun saat akan bangun aku menemukan sebuah benda yang berada tepat disebelahku. Dan lagi-lagi kotak kecil yang aku temukan.
"Apa lagi kali ini? Apa kau pikir aku akan terpancing dengan hal-hal seperti ini lagi?" Gerutuku pada kotak kecil itu.
Aku berjalan meninggalkan taman sambil membuang kotak kecil itu sembarang.

***

Setelah selesai tampil dalam acara Universitas Seoul, aku, Jonghyun, Minhyuk dan Jungshin menuju sebuah Coffee Shop terdekat untuk merilekskan tubuh kami usai penampilan sambil menunggu hujan reda.
"Hyung, kau mau pesan apa?" Jungshin melirikku yang masih memandang hujan dari dalam Cafe.
"Cappucinno..." Sahutku sambil kembali mengingat sesuatu yang masih mengganjal pikiranku.
"Hyung, Minhyuk bilang kau tidur di taman semalam, apakah benar?" Tanya Jonghyun.
"Aku hanya tertidur saat mencari sesuatu..." Sahutku pelan.
"Seohyun Noona?" Jungshin tiba-tiba menyambar pembicaraan kami.
"Ya!" Minhyuk menepuk kencang pundak Jungshin.
"Sudahlah lupakan..." Aku memalingkan kembali pandanganku pada hujan diluar.
"Hyung, berhentilah berharap pada Seohyun Noona..." Ucap Jungshin.
"Ya! Hyung bilang jangan bahas itu, kau masih saja membahasnya..." Potong Jonghyun.
"Sudahlah, mari kita nikmati saja kopinya..." Ucap Minhyuk sambil menyeruput kopinya perlahan.
"Melupakanmu? Haruskah aku mencobanya untuk kesekian kali? Apakah akan ada perubahan dari usahaku sebelum-sebelumnya?" Gumamku dalam hati sambil perlahan menyeruput Cappucinno milikku.
Setelah hujan reda, kami berniat kembali ke rumah. Dan lagi-lagi didepan pintu rumah kami ada sebuah kotak merah muda itu lagi.
"Hyung, ini untukmu lagi?" Jonghyun meraih kotak itu dan mngulurkannya padaku.
"Buang saja... Itu bukan hal yang penting..." Sahutku sambil berjalan masuk kedalam rumah.
"Apakah ini dari sebuah fans?" Tanya Minhyuk sambil berlari mengejarku.
"Apakah seseorang menerormu, Hyung?" Jonghyun ikut menghampiriku.
Aku melirik kotak yang saat ini sudah berada ditangan Jungshin. Terlihat Jungshin mencoba mengocok-ngocok kotak pink itu, sambil memikirkan apa yang ada didalamnya.
"Apakah kau tidak akan mencoba membukanya, Hyung?" Jungshin melirikku sambil terus mengguncang-guncang kotak itu.
"Buka saja jika kau mau.." Sahutku datar sambil menuju sofa dan menyalakan televisi.
"Buka! Buka!" Minhyuk terlihat antusias sambil menghamoiri Jungsihn dan kotak itu, aku melirik mereka dengan hati-hati.
"Oohh... Seohyun Noona kah?" Ucapan Jungshin membuatku memalingkan wajahku menatapnya.
"Apa maksudmu?" Aku menghampiri Jungshin.
"Surat ini... Apakah ini dari Soehyun Noona?" Jungshin memberikanku selembar surat.
Aku meraih surat itu dan berusaha menenangkan diriku. Semua rasa bercampur saat aku mendengar namanya.

Oppa... Bagaimana penampilanmu? Apakah itu menyenangkan? Oppa... Apakah kau masih menyukai Cappucinno? Aku bahkan masih ingat terakhir kali kita minum kopi bersama, apakah kamu masih mengingatnya?


"Aku pernah mendapat hal seperti ini sebelumnya... Namun aku masih belum bisa bertemu dengannya... Siapa sebenarnya yang mengirim semua ini?" Lirihku tertahan.
"Hyung, apakah kau tidak berpikir ini Seohyun Noona?" Tanya Jungshin.
"Apakah ini benar-benar dari seseorang yang menerormu?" Sambung Jonghyun.
"Bisa jadi ini dari fansmu, Hyung..." Lanjut Minhyuk.
"Sudahlah abaikan saja..." Aku berjalan cepat menuju kamarku.
Aku yakin semua mencemaskanku, aku sudah berusaha sekuat mungkin menahan diri agar tidak terlihat murung atau kecewa, tapi sepertinya sia-sia. Aku tak bisa menahan rasa sedihku dan kecewaku karena tak bisa bertemu lagi dengan Seohyun. Walaupun kehidupanku harus tetap berlalu walau tanpa Seohyun, aku hanya merasa ada bagian yang hilang dari hidupku yang masih harus aku temukan untuk menjawab semua pertanyaanku yang tertahan selama lima tahun.
Aku terdiam memandang semua benda-benda yang entah siapa yang mengirim kepadaku. Apakah ini sebuah realityshow? Sebuah acara televisi yang membuatku hampir gila seperti ini? Aku akui ini juga salahku karena masih belum bisa berhenti memikirkan bahkan mencari Seohyun. Ketika sesuatu tentang Seohyun kembali muncul kepermukaan kenyataan, aku semakin menggila mencari segala petunjuk tentang Seohyun.
Semuanya harus berhenti sampai disini, aku tak bisa terus seperti ini. Tapi saat aku tak bisa berhenti, bahkan aku tak lagi berpikir dengan akalku dan hanya mengikuti hatiku, apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan untuk menghentikan perasaan ini? Apakah ini benar-benar yang disebut cinta? Apakah cinta ini bisa menjadi nyata jika aku terus dalam penantian? Apakah ada harapan untuk perasaanku? Bahkan jika mungkin tidak ada harapan, apakah aku mampu berhenti?
Ponselku tiba-tiba berdering, Shinhye mengirimku sebuah pesan agar aku menemuinya besok pagi ditempat aku biasa bertemu dengan Seohyun. Aku tak membalasnya, hanya merekam dalam pikiranku. Setidaknya aku masih bisa memberi ruang untuk mengingat pesan dari Shinhye dalam akalku.

***

Pagi ini aku sudah berada ditaman tempat aku dan Seohyun biasa bertemu. Namun Shinhye belum ada.
"Apakah sesorang sedang mengerjaiku lagi?" Gumamku yang mulai kesal saat menunggu Shinhye.
"Apa kau sudah lama menunggu?" Tiba-tiba ada yang menutup mataku dari belakang.
"Aku tau itu kau..." Aku menarik tangan Shinhye hingga tersentak kedepan hingga kini posisinya merangkulku dari belakang.
"Ya! Apa yang kau lakukan..." Shinhye mengomel tepat ditelingaku.
"Kau yang memulai..." Sahutku santai.
"Cepat lepaskan... Taukah kau tindakanmu akan menimbulkan salah paham?" Shinhye menarik tangannya dan beralih duduk disampingku.
"Apa yang harus salah dipahami? Apakah kau menyukaiku? Hahaha..." Candaku pada Shinhye, namun ekspresinya hanya datar.
"Itu tidak mungkin selama kau masih memikirkan Presiden hatimu itu..." Sahutnya ketus.
"Bagaimana kau tau?" Aku menatap Shinhye yang menatap lurus kedepan tanpa menatapku.
"Semua cerita padaku... Apakah kau masih benar-benar percaya dia akan kembali? Apakah menurutmu dia bahkan masih hidup? Atau jika dia masih hidup apakah dia pernah memikirkan dirimu? Ya! Berpikirlah realistis. Kau tidak bisa terus bercermin pada masalalumu?" Shinhye berbicara sedikit ketus dengan tekanan suara yang meninggi.
"Seohyun bukan masalalu... Dia..."
"Apakah dia masih menghubungimu saat ini? Apakah bahkan kau bisa melihatnya? Apakah kau pikir hal seperti ini baik untuk dilanjutkan? Berhentilah... Kau tidak akan pernah menemukan akhir yang baik untuk dirimu. Kau yang harus membuat akhir itu dan memulai sesuatu yang baru dalam hidupmu!" Shinhye lagi-lagi bicara dengan sedikit berteriak. Mungkin karena menahan emosinya.
"Kau tidak bisa mengerti karena kau tidak merasakan apa yang aku rasakan, jadi berhentilah memaksaku melakukan apa yang tidak bisa bahkan tidak mau aku lakukan." Sahutku ketus.
"Bahkan perasaanmu tidak masuk akal... Apakah kau yakin perasaanmu adalah cinta? Apakah kau tau perasaan dia?! Kau terlalu berlebihan!" Shinhye meninggalkanku begitu saja bahkan tanpa menatapku.
"Apa yang terjadi padanya? Apakah aku semenyedihkan itu?" Lirihku sambil menatap kepergian Shinhye yang begitu aneh.
Aku kembali teringat saat Seohyun berusaha melukisku yang sedang membuat sebuah lagu. Aku masih ingat saat Seohyun bilang bahwa aku adalah pria pertama yang dia kenal. Aku juga masih ingat saat dia bilang akulah satu-satunya pria yang membuatnya nyaman. Aku yakin itu adalah sebuah ketulusan yang terucap dari hatinya. Karena itu aku masih belum memutuskan harapanku padanya.
"Apakah perasaannya masih sama? Apakah aku masih bisa bertemu dengannya? Aku ingin menanyakan bagaimana perasaannya sesungguhnya padaku. Hal yang ingin aku tanyakan sejak lama...." Gumamku sambil terus menatap langit yang mulai silau karena cahaya matahari.

***

"Yeoboseyo..." Aku menunggu suara dari seseorang yang aku hubungi, Shinhye.
"Nae..." Sahut Shinhye dingin.
"Apa kau masih marah? Ku rasa apa yang kau ucapkan benar, soal Seohyun..." Ucapku perlahan dan hati-hati.
"Lalu?" Shinhye masih menjawab ketus.
"Aku berpikir akan mencoba untuk melupakannya lagi... Aku tidak yakin apakah akan berhasil, tapi aku mau berusaha sekali lagi. Aku ingin kembali membuat sebuah musikku. Melakukan banyak hal menyenangkan disisa hidupku... Bagaimana menurutmu?" Aku masih menunggu jawabannya.
"Lakukanlah dengan sungguh-sungguh dan jangan mudah goyah... Kau ini seorang pria! Jangan terlalu lemah karena cinta! Menegerti?" Ucap Shinhye.
"Ya... Aku akan berusaha untuk hidupku sendiri kali ini..." Sahutku.
"Baiklah, aku akan menutp teleponnya, oke..." Ucap Shinhye.
"Ya..." Jawabku lalu menutup telepon.
"Kali ini aku harus berusaha lebih keras untuk menyusun hidupku kembali. Aku harus mengumpulkan keyakinan dan tidak boleh goyah. Bisakah aku?" Gumamku sambil bercermin dikamar.
"Hyung, kau didalam? Ada paket untukmu... Kali ini sangat besar..." Teriak Minhyuk dari luar pintu kamarku.
"Apa itu?" Ucapku setelah membuka pintu kamar dan menemukan sesuatu yang cukup besar.
Aku pun langsung membukanya dan ternyata sebuah lukisan yang tidak asing bagiku, dan tertempel sebuah note disudut kanan lukisan.

"Oppa... Apakah kau masih mengingat ini? Aku merindukan suaramu... Semua tentangmu, Oppa..."

Lukisan ini adalah lukisan Seohyun melukisku saat aku sedang membuat lagu. Sesuatu yang ku rindukan belum lama ini bahkan muncul saat aku berniat menghapusnya dari hati dan pikiranku. Apakah aku terjebak oleh perasaanku sendiri? Ataukah perasaan ini memang nyata?
"Darimana kau dapatkan ini?" Ucapku setelah beberapa saat terdiam.
"Ini ada didepan rumah saat aku ingin membersihkan halaman..." Jawab Minhyuk.
"Kenapa selalu tanpa alamat dan tiba-tiba muncul? Siapa yang mengirim semua ini?" Aku merasa lemas seketika saat bayang-bayang akan kenangan bersama Seohyun semakin memuncak.
Aku kembali berlari meninggalkan rumah membawa post it dan bolpoint, tujuan pertamaku adalah rumah Seohyun. Aku membuat sebuah note tepat dipagar rumah kosong itu.
"Jika kau Seohyun, datanglah padaku tanpa ragu..." Tulisku pada post it yang kemudian aku tempel dipintu pagar rumahnya. Aku melakukan hal yang sama di taman, pada bangku dan pohon ditaman.
"Dengan begini, semua akan jelas... Jika ia tak juga datang, aku akan melanjutkan niatku untuk berusaha melupakannya kembali..." Gumamku kemudian berjalan menuju rumah.
Apakah dia akan datang? Apakah semuanya benar adalah Seohyun? Kenapa aku merasa cemas berlebihan? Apakah seseorang akan menjawab pesanku? Apa yang harus aku lakukan jika itu Seohyun dan bukan Seohyun?

Can’t stop me now can’t stop me now
Geudaereul darmeun bom hyanggiga ajik chaneyo
Can’t stop me now can’t stop me now
Naneun meomchul su eomneyo i can’t stop loving you

Dua hari berlalu sejak hari itu, namun Seohyun belum muncul dihadapanku. Aku merasa semuanya sia-sia. Mungkin ada seseorang yang sengaja mengerjaiku dengan semua hal yang berhubungan dengan Seohyun. Sangat lucu jika aku masih seperti ini. Tapi aku semakin menginginkan Seohyun. Setidaknya tahu apakah dia masih hidup atau tidak.
"Hyung, ada yang ingin bertemu denganmu..." Jonghyun mengetuk pintuk kamarku.
"Siapa?!" Aku langsung membuka pintu dengan bersemangat, dan berharap yang menungguku adalah seseorang yang telah ku tunggu selama lima tahun untuk kembali.
"Aku tidak tau... Seorang wanita..." Jawab Jonghyun yang masih setengah sadar karena baru terbangun dari tidurnya.
"Baiklah, terima kasih..." Aku langsung berlari menuju pintu masuk rumahku.
"Permisi... Saya mewakili Seohyun Eonni untuk menyerahkan ini..." Gadis berambut ikal itu menyerahkan sebuah surat lalu berlari begitu saja tanpa sepatah kata kemudian.
"Ya! Tunggu... Dimana Seohyun sekarang?! Ya!" Aku ingin mengejar gadis itu namun aku tidak menggunakan alas kaki dan masih menggunakan piyamaku.

Oppa... aku merindukanmu... Sangat merindukanmu... Bisakah kita bertemu lagi? Oppa... Bagaimana kabarmu? Apakah kau masih mengingatku? Oppa... Apakah kau masih suka membuat lagu? Aku mendengar kamu mempunyai band belum lama ini... Bagaimana dengan bandmu? Semoga kau bisa segera debut dengan bandmu... Oppa... Maafkan aku yang hilang begitu saja... Aku harus pergi karena sebuah pengobatan... Aku selalu berharap bisa bertemu denganmu saat pengobatanku selesai, apakah kau masih mau bertemu denganku? Apakah kau akan memafkanku? Oppa... Apakah sekarang kau mempunyai pacar? Apakah dia gadis yang baik untukmu? Oppa... Ada yang ingin aku sampaikan padamu sejak lama, namun aku takut untuk menyampaikannya... Oppa... Aku ingin kita bertemu lagi di taman seperti biasa. Melukis dan menulis lagu bersama sampai hari gelap sambil bernyanyi bersama. Oppa, kau masih mau menyanyikan lagu itu untukku kan?
Oppa...

Surat itu berakhir dibaris terakhir. Sepertinya ada lembar yang hilang.
"Dimana lembar selanjutnya?Apakah kau disini Seohyun?" Aku berlari masuk ke kamar dan mengambil jaketku memakai sendal lalu berlari ke taman, tempat aku dan Seohyun bertemu.
Saat tiba di taman, aku tak menemukan Seohyun, hanya menemukan Shinhye sedang duduk di kursi tempat aku dan Seohyun biasa duduk dan menghabiskan waktu bersama.
"Kau... Sedang apa disini?" Aku duduk disebelah Shinhye yang terlihat murung. Aku melihat kesedihan dimatanya sekilas.
"Kau mencari lembar surat yang hilang itu bukan?" Tanya Shinhye dengan suara bergetar.
"Kau tau darimana? Apa mungkin...." Aku mulai berpikir macam-macam saat melihat Shinhye meneteskan air mata.
"Apa yang terjadi?" Aku membalik tubuh Shinhye agar menatapku.
"Bacalah... Aku pikir lima tahun sudah cukup..." Ucap Shinhye sambil menghapus air mata yang sedang meluncur ditepi pipinya yang mengembung.
Aku langsung menyambar lembaran surat lainnya dari tangan Shinhye.

Aku takut... Aku takut aku tidak bisa sembuh Oppa... Walaupun Appa da Eomma mengatakan aku pasti sembuh, aku masih merasa cemas. Seperti kecemasanku sebelumnya bahwa aku tidak bisa bertemu denganmu lagi... Oppa, apakah aku akan tetap hidup? Oppa... Jika aku memang akan pergi untuk selamanya, setidaknya aku ingin bertemu lagi denganmu... Sekali saja, aku ingin bertemu denganmu... Aku ingin mengungkapkan perasaanku padamu... Aku menyukaimu Oppa, mungkin ini adalah perasaan sayang? Atau cinta? Aku hanya merasa aku takut tidak bisa bertemu denganmu... Aku merasa takut yang menyelimuti seluruh hati dan pikiranku. Oppa, taukah kau, aku hanya mempunyai satu lukisan wajahmu, hanya mempunyai beberapa lembar foto bersamamu. Jika semua akan berakhir, aku ingin membuat lebih banyak lagi kenangan denganmu, Oppa.. Karena kau adalah satu-satunya Pria yang aku kenal... Oppa, aku selalu bertanya, apakah kau mempunyai perasaan yang sama padaku? Apakah kau menyukaiku? Tidak, menyayangiku? Oppa, aku ingin mendengar jawabanmu... Oppa, kepalaku semakin terasa sakit... Aku semakin takut untuk operasi... Oppa, kau tak perlu khawatir... Aku selalu berdoa untukmu... Oppa, hiduplah dengan bahagia, aku menyayangimu...

Aku tidak tau sejak kapan air mataku mengalir mengikuti lekuk pipiku. Apakah ini nyata? Apakah ini benar-benar dari Seohyun? Apakah aku tidak bisa bertemu dengannya lagi? Apakah penantianku sia-sia?Apa yang harus aku lakukan?. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk dikepalaku, namun bibirku terasa terpaut dan terkunci tanpa mampu mengucapkan sepatah katapun setelah membaca lembar akhir surat dari Seohyun.
"Sudah aku katakan bukan bahwa berhentilah mencarinya! Ini alasanku... Aku baru bisa menceritakannya setelah seratus hari kematiannya. Itu janjiku pada Seohyun. Aku tak sengaja bertemu dengannya di rumah sakit. Seohyun mengenaliku sebagai sahabatmu, dia meminta permintaan terakhirku padamu untuk menyerahkan semua kenangan miliknya bersamamu tepat setelah seratus hari kepergiannya. Aku hanya melakukan apa yang dipinta Seohyun padaku untuk permintaan terakhirnya." Jelas Shinhye diiringi lirnangan air matanya.
"Ini saatnya kamu kembalikan hidupmu... Bukankah kau sudah tau jawabannya? Jika kau terus seperti ini, kamu benar-benar menghancurkan harapan Seohyun padamu. Bukankah Seohyun ingin kamu hidup bahagia?" Sambung Shinhye.
"Apakah kau tau dimana Seohyun sekarang? Maksudku makamnya..." Lirihku dengan suara yang sangat pelan.
"Aku akan mengantarmu besok, tolong tenangkan dirimu terlebih dahulu... Aku ingin kau pikirkan lagi semuanya, dan kembali dengan keputusan terbaikmu. Bukannya aku melarangmu mencintai seorang wanita, tapi sadarilah kenyataan yang menjadi batas semuanya. Aku ingin kau kembali pada musikmu... Kembali pada duniamu. Kau tidak harus menghapus semua kenangan tentang Seohyun, hanya sadari bahwa yang kau lakukan selama ini sudah cukup. Penantianmu akan Seohyun, harus berhenti. Karena sampai kapanpun kau menunggu, akhirnya akan selalu sama seperti lima tahun terakhir." Shinhye menghapus air matanya dan beranjak pergi.
"Terima kasih..." Lirihku masih dengan tatapan kosong.
"Apapun demi sahabatku...: Jawabnya Shinhye.
Aku berjalan pulang dengan kaki yang lemas, dan tubuh yang bergetar bersama seluruh khayal dan emosi yang menguras tenagaku hingga aku merasa sangat rapuh saat ini.
"Hyung, kau kenapa?" Jungshin mengejarku hingga depan pintu kamar.
"Tinggalkan aku sendiri..." Aku membanting pintu begitu saja.
"Maafkan aku, Jungshin..." Batinku dalam hati.
Aku langsung merebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Masih berusaha merenungkan apa yang baru saja aku alami. Aku tau apa yang harus aku lakukan, tapi aku masih belum bisa menerima kenyataan yang baru saja aku dapatkan, tepatnya hatiku. Rasanya masih terlalu sakit, dan menusuk jantungku. Bukan karena penantianku sia-sia, tapi karena harapanku telah sirna. Aku benar-benar tidak bisa bertemu lagi dengan Seohyun. Tidakkah itu kejam?
Aku bahkan belum menyampaikan perasaanku, belum menyampaikan isi hatiku yang terpendam sangat lama. Dan penyesalan itu semakin menusuk hatiku saat aku tau ternyata Seohyun mempunyai perasaan yang sama denganku. Aku hanya bisa mengumpat diriku sendiri saat ini. Betapa bodohnya aku, betapa kejamnya diriku membiarkan gadis itu terkurung dari perasaannya, sementara aku bersembunyi dalam rasa ragu ku untuk mengungkapkan perasaanku.
"Semua belum berakhir... Aku tidak bisa berakhir seperti ini... Aku harus bisa kembali menjadi Yonghwa yang Seohyun sukai... Aku tak bisa menyesal selamanya... Aku ingin bangkit dari rasa terpuruk ini untuk Seohyun... Aku tidak akan membuang waktuku dengan sia-sia lagi... Tidak akan..." Lirihku sambil meraih kertas dan pensil untuk menulis sebuah lagu.

***

Han georeum dwiramyeon heorakhal su innayo miss you
Han georeum dwieseo naneun gidarilgeyo
Geugeotdo andwaeyo geugeotdo andwaeyo
Geugeotdo andoemyeon geureom nan eotteokhanayo

Geudae han madie naneun useoyo
Geoulcheoreom maeil sarayo
Naui haruneun geudaeui geosijyo

Can’t stop me now can’t stop me now.
Geudaereul darmeun bom hyanggiga ajik chaneyo
Can’t stop me now can’t stop me now.
Naneun meomchul su eomneyo i can’t stop loving you

Michin deut michil deut haneobsi bureuda bomyeon
Han beoneun dorabolkkayo

Can’t stop me now can’t stop me now
Geudaeman baraboneun nae mam ajik siryeoyo
Can’t stop me now can’t stop me now
Naneun meomchul su eomneyo i can’t stop loving you

Heutnallineun barame geudae tteoolla
Nunbusin haessare geudae tteoolla
Naneun meomchul su eomneyo i can’t stop loving you

Aku tak bisa lagi menahan air mataku saat menyanyikan lagu buatanku didepan makam Seohyun.
"Oppa datang... Lagu baru Oppa buatmu... Apakah kau suka? Oppa tidak akan menangis dan sedih lagi, apakah kau akan bahagia disana?" Lirihku sambil menatap makam Seohyun.
Shinhye meremas lembut bahuku, menguatkan diriku dengan caranya.
"Oppa ridak akan membuang-buang waktu lagi untuk bersedih, agar kau tidak bersedih disana... Seohyun... Jadilan bintang yang paling bersinar di langit, agar Oppa bisa mengenalmu dan melihatmu saat Oppa merindukanmu... Seohyun... Saranghae..." Lirihku sambil memejamkan mata, meneteskan air mata terakhirku,
Aku berjanji tidak akan bersedih lagi, agar Seohyun bisa pergi dengan tenang. Aku berjanji sebagai seorang Pria yang mencintainya untuk tidak menyia-nyiakan sisa hidupku hanya untuk meratapinya. Aku mengantar kepergianmu dengan hati yang lega.

***

Jangan pernah membuang waktumu jika kau benar-benar menyukai seseorang. Apapun hasilnya, walau sedikit rasa kecewa muncul, tak akan sesakit rasanya saat kau tak lagi dapat mengungkapkannya. Jangan biarkan harapanmu yang hilang menghancurkan hidupmu. Bangkitlah dengan harapan yang baru. Jangan sia-siakan hidupmu pada sesuatu yang masih bisa kau perbaiki dikemudian hari. Karena sesungguhnya selalu ada jalan untuk harapan barumu menuju kebahagiaan.

-END-

                                                                                   

This Is My Story abaout #Can't Stop
Follow me on twitter @annisRprianti_
just mention for follback :)
thanks for reading

It’s Not Your Fault, It’s My Way To Loving You (CN BLUE feat SNSD) | Chapter 2 (Last Chapter)

It’s Not Your Fault, It’s My Way To Loving You (CN BLUE feat SNSD) #Cerpen iseng NISNIS

22 Juni 2012 pukul 11:56
Tittle in english : It’s Not Your Fault, It’s My Way To Loving You
Judul dalam bahasa indonesia : (Ini bukan salahmu, tapi ini adalah caraku mencintaimu)
Author : Annis Raka Prianti @AnnisPrianti_

Review
       Saat aku sedang berjalan, aku melihat Lee Min Hoo yang sedang membetulkan tli sepatu ketsnya, dan dari arah berlawanan ada sebuah Trukl pengangkut barang menujunya.
        “Ini bahaya!” Aku berlari untuk mendorong tubuh Min Hoo agar ia tidak tertabrak Truk itu.
Aku berlari dan mendorongnya… tubuhku pun serasa terbang oleh angin yang seperti berhembus kencang tak wajar…
       *DUGGHHHH!!!!*
       Kecelakaanpun tak lagi terhindarkan. Suara hantaman truk itu sangat terdengar menyakitkan. Tapi anehnya aku tidak merasakan tubuhku sakit sedikitpun. Apakah aku langsung tewas ditempat, dan arwahku kangsung terangkat dari tubuhku, sehingga ini sama sekali tak menyakitkan? Ku beranikan diri untuk membuka mataku. Dan ternyata aku berada dalam pelukan Lee Min Hoo. Tubuhku tak lecet sedikitpun, begitu juga Min Hoo.
        “Kau tidak apa-apa, Tiffany?”Tanya Lee Min Hoo padaku.
        “Ahh… iya… tapi… siapa yang tertabrak?” Aku melepaskan dekapan Min Hood an beranjak menatap jalanan.
       “Laki-laki itu…” Lirihku.
Ya, laki-laki itu tergeletak agak jauh dari tempat kejadian dengan berlumuran darah.
       “Jung Yong Hwa!!!” Teriak seorang laki-laki yang tidak asing, yaitu Kang Min Hyuk. Kang Min Hyuk adalah teman satu fakultasku.
       “Hey, apa dia tidak apa-apa?” Lee Min Hoo mendekat pada laki-laki asing yang ternyata bernama Jung Yong Hwa.
       “Apa kau tidak bisa melihat seberapa parah lukanya? Cepat bantu aku membawanya ke rumah sakit!” Teriak Min Hyuk dengan histeris.
       Yong Hwa pun dibawa ke rumah sakit dengan mobil Lee Min Hoo. Aku dan Min Hyuk pun ikut serta mengantar Yong Hwa ke rumah sakit.
       *****

        Itulah kejadian satu bulan yang lalu. Sejak kejadian itu hingga sekarang, Yong Hwa-Si Laki-laki Asing itu masih tak sadarkan diri walau telah melalui masa kritis. Yong Hwa masih dalam keadaan koma.
         Hari ini entah keberapa puluh kali aku menjenguknya. Awalnya aku berpikir dan berniat tidak ingin menjenguk atau bahkan mengetahui keadaannya. Tapi semakin aku mencoba tidak memikirkan, aku semakin khawatir dan merasa bersalah. Ini semua salahku, hingga Yong Hwa jadi seperti ini. Niatku untuk menolong Min Hoo malah membuat Yong Hwa yang menjadi korban. Sungguh memilukan rasanya dihantui rasa bersalah ini.
        Aku tau dan merasa aneh, mengapa aku begitu peduli sejak kejadian ini padanya. Entah ini rasa kasihan atau rasa cinta yang mulai tumbuh dihatiku. Pengorbanannya membuat hatiku bergetar saat menatap tubuhnya yang lemas. Aku tidak peduli tentang perasaanku saat ini sekarang, aku hanya ingin ada disisinya saat dia membutuhkanku sekarang. Karena hanya ini yang bisa ku lakukan untukknya sekarang.
        “Yong Hwa… Apakah kau akan terus menyedihkan seperti ini? Bangunlah! Aku membutuhkanmu! Lihat, aku menangis, bukankah kau harus menghiburku?!” Ku genggam tangannya yang terduntik jarum infuse.
       “Hei Jung Yong Hwa! Apa kau tidak mendengarku! Cepat bangun dan hapuskan air mataku, menyanyilah untukku! Kali ini aku memintamu!” Bentakku dengan lirnangan air mata.
       “Tiffany… Sudahlah… Aku yakin, Yong Hwa akan segera sadar dan sembuh, jadi berhenti menyalahkan dirimu sendiri dengan seperti ini…” Ucap Min Hyuk padaku. Ia membelai pundakku lembut.
       “Bolehkah aku yang menemaninya mala mini? Please…” Pintaku poada Min Hyuk yang biasa menjaga Yong Hwa dimalam hari.
        “Tapi, apa kau yakin? Apakah kau ingin aku temani?” Tawar Min Hyuk.
        “Ya, tetntu… yang terpenting izinkan aku untuk ikut menjaganya mala mini…” Pintaku pada Min Hyuk.
        “Oke… aku akan membeli cemilan untuk nanti malam, bolehkah aku menitipkan Yong Hwa padamu?” Tanya Min Hyuk lagi dengan senyum menggemaskannya.
        “Oh.. tentu saja…” Jawabku sambil tersenyum.
        Min Hyuk pun pergi membeli cemilan untuk poersediaan nanti malam, sementara aku tetap setia menemani Yong Hwa.
Aku mencoba menyanyikan sebuah lagu untuk Yong Hwa.
There is a possibility… There is a possibility…
All that I had was all I’m gonna get…
There is a possibility… There is a possibility…
All I’m gonna get, is gonna with your step…  All I’m gonna get, is gonna with your step...

So tell me when you hear my heart stop…
You’re the only one that knows!
Tell me when you hear my silence…
There is a possibility, I wouldn’t known…

Know that when you leave…
 know that when you leave…
By blood and by mean… you walk like a thieve…
By blood and by mean… I fall when you leave me…

So tell me when mw sigh is over…
You’re the reason why I’m close…
Tell me when you hearme falling…
There is a possibility… it wouldn’t show…

By blood and by mean… you walk like a thieve…
By blood and by mean… I fall when you leave me…

(Lyyke Li-Possibility)

Tiba-tiba kurasakan reaksi tangan Yong Hwa yang merespon genggaman tanganku pada tangannya.
        “Yong Hwa… kau dengar aku? Yong Hwa?!” Aku membelai lembut punggung tangan Yong Hwa.
Ku lihat Yong Hwa perlahan-lahan membuka mata. Aku pun segera memanggil Dokter. Dokter menyuruhku menunggu diluar. Aku pun menunggu diruang tunggu.
        “Tiffany…” Panggil Min Hyuk.
       “Yong Hwa sudah sadar, Dokter sedang memeriksanya.” Ucapku pada Min Hyuk.
       “Benarkah? Semoga ini kabar baik…” Sambungnya dengan senyum menggemaskan itu.
        *****

       Setelah Dokter selesai memeriksa Yong Hwa, aku dan Min Hyuk pun diizinkan masuk.
       “Yong Hwa…” Panggilku ketika sampai ditepi ranjangnya.
        “Bagaimana keadaanmu?” Sambung Min Hyuk.
        “Rasanya seperti kembali bernapas…” Jawab Yong Hwa.
        “Kau membuatku khawatir…” Ucapku pelan.
         “Apa? Aku tak bisa mendengarmu…” Ucap Yong Hwa.
         “Aku khawatir… Aku takut kau akan benar-benar pergi meninggalkanku.” Ucapku sambil memeluknya.
         “Memangnya kenapa kalau aku meninggalkanmu? Bukankah itu yang kau mau sejak dulu?” Ejek Min Hyuk.
        “Kau mengejekku?” Aku melepas pelukanku dengan kesal.
Ia hanya tersenyum dan kembali menarik tanganku, hingga aku kembali memeluknya.
        “Maafkan aku soal waktu itu… Aku terlalu kasar padamu. Aku rasa aku menyukaimu… Aku menyadarinya saat aku hamper kehilanganmu.” Ungkapku.
        “Apakah ini artinya kau berpaling padaku?” Ledeknya dengan senyum yang khas.
        “Kau menyebalkan!” Keluhku manja sambil melepaskan pelukannya.
        “Aku harus pulang sepertinya…” Ucap Min Hyuk sabil tersenyum menggodaku dan Yong Hwa. Min Hyuk pun berlari meninggalkan kami berdua.
Aku dan Yong Hwa hanya saling pandang dan tersenyum.
       “Apa kau benar-benar sudah baikan? Apakah masih ada yang sakit?” Tanyaku dengan penuh rasa khawatir.
        “Ya… Aku sudah tidak apa-apa sejak kau ada disini dan sejak kau berpaling padaku…” Ucapnya dengan sebuah senyuman yang indah.
         Aku hanya tersenyum sambil terus menatapnya dalam tangisku. Air mataku semakin deras mengalir akibat gejolak emosi yang ada dalam hatiku.
         “Bolehkah aku bernyanyi untukmu? Aku tidak ingin melihatmu menangis. Tersenyumlah, aku telah kembali ke sisimu…” Pintanya. Aku hanya tersenyum dan membiarkan tangannya menghapuskan air mataku yang menggantung dipipi.
Neul ttokgateun haneure…
Neul gateun haru geudega omneungotmalgoneun…
Dallajin-ge omneunde…
Nan utgoman sipeunde da ijeundeusi…
Amuiranin deut geuroke useumyo salgopeunde…

Geuriwo geuriwoso… Geudega geuriwoso…
Meil nan honjasoman… geudareul bureugo bullobwayo…
Bogopa bogopaso… Geudega bogopaso…
Ije nanseupgwanchorom… Geude ireumman bureuneyo oneulde…

Nan bonenjur-aratjyo da namgimobsi…
Anijyo anijyo nan ajik geudereul motbonetjyo…
Geuriwo geuriwoso… Geudega geuriwoso…
Meil nan honjasoman… geudareul bureugo bullobwayo…
Bogopa bogopaso… Geudega bogopaso…
Ije nanseupgwanchorom… Geude ireumman bureuneyo oneulde…

Harugaharuga jugeul… gotman gateunde ottoke heyaheyo…
Saranghe saranghaeyo… Geudereul saranghaeyo…
Maljocha mothagoso… Geudereul geuroke bonenneyo…

Mianhe mianheyo… ne mari deullinayo…
Dwineujeun ne gobegeul.. geuden deureul su isseulkkayo…
Saranghaeyo…

(Jung Yong Hwa – Because I MissYou)
        “Maafkan aku… Aku terlalu banyak luka yang aku beri padamu dulu…” Sesalku pada Yong Hwa.
        “Tidak, ini bukan salahmu… Ini adalah caraku mencintaimu. Karena aku yakin, suatu saat kau pasti berpaling padaku…” Ucapnya sambil membelai rambutku.
        “Apa kau pikir semudah itu aku berpaling padamu?!” Ucapku ketus untuk menggodanya.
        “Jadi? Kau belum berpaling padaku?!” Tanya Yong Hwa dengan raut wajah kecewa.
        “Belum sepenuhnya… Aku belum yakin dengan perasaanku. Kau tau bukan, tak mudah untukku melupakannya. Tapi aku tidak akan pernah menolak keberadaanmu lagi dihidupku. Aku merasa kehilangan selama kau tak ada… Jadi aku harap, kau akan tetap menjadi Yong hwa yang dulu… Jangan berubah…” Pintaku pada Yong Hwa.
        “Aku tau, mungkin perasaanmu sekarang masih perasaan kasihan atau perasaan bersalahlah yang membuatmu merasa membutuhkanku. Tapi aku akan terus menunggu sampai kau benar-benar berpaling padaku. Tunggu aku sembuh, aku akan membuatmu benar-benar mencintaiku.” Ucapnya sambil menggenggam tanganku dan senyum ketulusan diwajahnya.
         “Terima kasih… Karena masih mau mencintaiku…” Ucapku lagi sambil membalas genggaman tangannya.
         “Aku yang harus berterima kasih padamu, karena sekarang kamu telah mengizinkanku mencintaimu… setidaknya berada disisimu, itu sudah cukup bagiku yang selalu kau tolak kehadirannya.” Sindir Yong Hwa.
        “Ahh sudahlah lupakan! Kau menyebalkan… jangan bahas hal itu lagi… Cepatlah sembuh, dan menjadi Yong Hwa yang selalu menggangguku tiap waktu…” Pintaku dengan senyuman mengejek.
         “Tiffany… Saranghaeyo… “ Ucapnya sambil mengangkat wajahnya dan mendekatkan wajahnya pada wajahku. Dan secpat kilat Yong Hwa mengecup Bibirku lembut.
         “Hei! Siapa yang mengizinkan kau menciumku?!” Bentakku padanya.
        “Tapi kau tidak menolak bukan? Ayolah mengaku kalau kau mulai menyukainku…” Sindir Yong Hwa lagi sambil tertawa kecil.
        Aku hanya diam menunduk dengan muka merah padam. “Ya, sepertinya ucapan Yong Hwa benar. Setidaknya aku tidak lagi menolak kehadirannya seperti dulu. Yong Hwa juga benar, jika memang cinta itu menyakitkan, aku harus melepaskan cinta itu dan mencari obat sakithatiku. Dan obat itu adalah Yong Hwa. Yong Hwa… Saranghaeyo…” Batinku sambil terus memalingkan wajahku padanya tapi ia terus mencubitku agar berpaling padanya.
        *****

        Mencintai memanglah lebih menjadi pilihan kebanyakkan orang, tapan mereka sadari banyak orang disekitar mereka yang mempunyai cinta sebesar yang mereka rasakan.  Jika cinta yang kau memiliki terasa menyakitkan, lepaskanlah… Sebelum hatimu akan benar-benar sakit dan terluka. Karena cinta itu tidak egois. Hanya menunggu dan rasakan, cinta sejati yang tulus suatu saat akan menghampirimu dengan indahnya J
                                                                           END

NISNIS
Yeaayyy udah ending nihh xD
Minta komentarnya atuh :D
Cerpen uji coba bin asal ini, semoga bisa diterima oleh sahabat pccn dan nizers ya :D
Gomawo ~
@annisRprianti_

It’s Not Your Fault, It’s My Way To Loving You (CN BLUE feat SNSD) | Chapter 1

It’s Not Your Fault, It’s My Way To Loving You (CN BLUE feat SNSD) #Cerpen iseng NISNIS

22 Juni 2012 pukul 11:49
Tittle in english : It’s Not Your Fault, It’s My Way To Loving You
Judul dalam bahasa indonesia : (Ini bukan salahmu, tapi ini adalah caraku mencintaimu)
Author : Annis Raka Prianti @AnnisPrianti_

sebelumnya, aku mau ucapin happy birthday buat Jung Yong Hwa Oppa (CN BLUE) yang hari ini ulang tahun
cerpen yang terbagi 2 part ini aku bikin sebagai kado ultah buat Yong Hwa Oppa >,

        Malaikat… Kita tidak pernah melihat bentuk nyata seorang malaikat. Apakah dia perempuan atau laki-laki, cantik atau tampan, kita tak pernah mengetahuinya. Tapi benarkah ada Malaikat Tak Bersayap? Malaikat Cinta dan sejenisnya? Aku lebih percaya, ada seseorang yang mempunyai sifat Malaikat.
        Namanya Jung Yong Hwa. Dia adalah mahasiswa jurusan musik di Universitas High Casual. Awalnya aku tak pernah mengenalnya, atau bahkan peduli tentangnya. Aku tak pernah tau kalau dia telah memperhatikanku sejak awal semester satu tahun lalu.  Aku baru mengetahuinya saat kejadian naas itu.
        *****

        Sore itu aku sedang mengungkapkan perasaanku pada Lee Min Hoo, teman satu fakultasku. Aku sudah menyukai Min Hoo sejak awal aku masuk kampus ini. Aku bermaksud akan mengungkapkan perasaanku hari ini seusai kelas.
       “Min Hoo… Apakah kau punya waktu?” Tanyaku gugup.
        “Hmm... Ya? Kenapa Yoona?” Min Hoo tersenyum dan menatapku.
        “Bisa ikuti aku?” Ku tatap wajah tampannya yang terlihat bingung.
        “Hmm… Oke…” Jawabnya yang lagi-lagi dengan senyum.

         Aku pun berjalan kearah taman belakang kampus, dan tentu saja Min Hoo mengikutiku. Setelah sampai, aku pun menuju sebuah pohon dan menatapnya yang muai menghentikan langkah tegapnya tepat dihadapanku.
       “Hm… apa yang ingin kau bicarakan, Yoona? Apakah itu penting?” Alisnya terangkat meninggi, menunjukkan ekspresi bingungnya.
       “Aku… Aku… suka padamu Min Hoo… Aku…” Belum selesai bicara, Min Hoo sudah mencengkram bahuku.
       “Maaf Tiffany, aku tidak bisa…” Ucapnya sambil mengusap pundakku pelan.
        “Tapi aku…” Lagi-lagi Min Hoo mendaratkan jari telunjuknya untuk menghentikan ucapanku.
        “Maaf Tiffany…” Ucap Min Hoo sesaat sebelum akhirnya meninggalkanku.
Min Hoo pun pergi meninggalkanku begitu saja, tanpa mau mendengarkan ucapan dan pernyataanku sampai selesai.
       “Aku tak pernah memintamu membalas perasaan ini… aku hanya ingin mengungkapkan… aku hanya ingin engkau tau… itu cukup…” Ucapku dengan isakan tangis.
        “Tiffany…” Seseorang mengulurkan sapu tangannya dan berdiri tepat dihadapanku.
       “Siapa kau?” Tanyaku ketus sambil menghapus air mataku.
       “Hm… pakailah untuk menghapus air matamu yang berharga… Menyerahlah… Min Hoo bukan yang terbaik untukmu…” Ucap laki-laki asing yang tiba-tiba mencampuri urusanku.
       Aku hanya menatapnya ketus lalu berjalan cepat meninggalkan laki-laki asing itu. Aku terus berjalan sambil menahan tangisku. Aku ingin cepat sampai rumah sebelum air mata ini benar-benar tumpah.
        *****

       “Min Hoo…” Akuberjalan menuju Lee Min Hoo yang berada disudut perpustakaan. Tapi Min Hoo malah berlari dan menghilang.
        “Hufth…” Ku pukul pelan dadaku, agar rasa sesak dan sakit dalam hati ini memudar.
        “Tiffany…” Panggil seorang wanita berparas cantik yang menghampiriku.
       “Ya Jessica?” Aku menoleh kearah Jessica.
       “Kau tau, Yoona sudah pacaran dengan Min Hoo?” Pertanyaan Jessica membuat dadaku terasa sakit. Aku serasa sulit bernafas untuk sesaat.
       “Ahh kabar baik…” Ku paksakan untuk tersenyum didepan Jessica.
       “Ayooo!!” Jessica menarik tanganku untuk ikut berlari bersamanya.
       “Kemana?!” Aku hanya ikut berlari bersamanya.
       “Min Hoo mengadakan sebuah perayaan kecil untuk hubungannya bersama Yoona. Kita tidak boleh ketinggalan bukan?” Jessica menghentikan langkahnya sesaat.
       “Maaf, aku harus mengerjakan tugas. Sampaikan ucapan selamatku pada mereka, Oke?” Aku melepaskan genggaman tangan Jessica dan berlari meninggalkannya.
       Aku terus berlari untuk bersembunyi. Menyembunyikan kesedihanku, juga perasaanku. Bagaimana bisa Yoona, sahabatku sendiri yang menjadi pacar Min Hoo? Aku sudah lama menyukainya. Aku merasa hidupku bagai berada disebuah drama sekarang.
       “Ini…” Seseorang menyerahkan sapu tangan untukku.
       “Apa?! Kau…” Lagi-lagi sosok laki-laki asing itu ada dihadapanku.
        “Bisakah kau tak muncul dihadapanku? Siapa kau? Kau piker bisa menggangguku setiap saat! Enyahlah dari hadapanku! Sekarang!” Bentakku pada laki-laki asing itu.
        “Aku hanya ingin menjadi tembok, tempat kau bersandar saat kau lemah. Ingin menjadi payung saat kau kau kehujanan. Ingin menjadi awan yang menutupi sinar matahari yang menyengatmu. Aku hanya ingin berada disisimu, walaupun kau tidak akan pernah merasakan kehadiranku. Tidak bisakah?” Laki-laki itu terlihat sangat serius.
        “Kau pikir kau siapa? Cih… aku tak suka berbicara dengan orang asing!” Ucapku masih ketus.
       “Aku akan pergi jika kau sudah tidak terlihat menyedihkan seperti ini…  berhentilah bersedih untuknya… kau pantas untuk bahagia..” Ucap laki-laki itu sambil semakin mendekat padaku.
        “Hanya menyerah dan membiarkannya bahagia bersama sahabatmu. Dengan begitu kau bisa mencintai yang baru…” Ucap laki-laki itu sambil menghapuskan air mataku yang sejak tadi mengalir dengan sapu tangannya.
        “Kau pikir hal ini mudah untukku? Kau pikir aku mudah melupakannya? Kau tak merasakan apa yang aku rasakan sekarang, makanya kau bisa dengan mudah mengatakannya!” Bentakku lagi padanya.
        “Aku mengerti yang kau rasakan. Apa yang kau rasakan terhadap Min Hoo adalah apa yang aku rasakan terhadapmu. Tapi kalau cinta it uterus membuatmu bersedih, lepaskanlah. Bukankah cinta itu tidak egois?” Ucpnya lembut.
        “Jadi kau menyukaiku, makanya kau berkata seperti ini? Hey kau yang aku tak kenal, dengarkan ucapanku baik-baik. Aku tidak akan pernah melupakannya. Lebih baik kau yang melupakanku! Kau pikir kalau aku menyerah dengan perasaanku pada Min Hoo, aku akan berpaling padamu?! Cih… very Big Dreams! Jangan harap!” Bentakku sambil meninggalkannya.
        “Aku akan terus menunggu… hingga kau berpaling padaku… aku tidak akan menyerah, karena hanya dengan mencintaimu, itu sudah membuatku bahagia…” Teriaknya padaku yang mulai menjauh.
Aku tak menghiraukannya dan hanya pergi meninggalkannya.
        *****

        Satu semester aku lalui hanya dengan menyendiri. 6 bulan aku menghindar dari Yoona. Aku tau, Yoona pun pasti menyadarinya. Ia pun selalu curiga padaku, yang aku bisa lakukan hanya terus berbohong dan tersenyum dibalik semua kesedihanku.
       “Tiffany…” Seseorang dengan suarayang tidak asing memanggilku dan menepuk bahuku pelan.
       “Min Hoo?” Aku tercekat kaget melihat orang yang tak terduga itu.
       “Bisa bicara sebentar?” Lee Min Hoo menarik tanganku dan membawaku menjauh dari kampus.
Kami berhenti disebuah taman, dan duduk disebuah bangku dekat air mancur.
        “Bolehkah aku meminta sesuatu padamu?” Matanya yang lurus menatapku membuatku tersenyum mengangguk.
       “Aku tidak tau harus memulainya dari mana… Hmm… Ini tentang perasaanmu padaku…” Min Hoo terlihat berpikir serjenak.
        “Apakah kau mulai berpaling padaku? Ah aku tau ini tidak akan mudah untuk Yoona, tapi aku yakin, dengan berjalannya waktu… Yoona akan mengerti tentang kau dan aku…” Ucapku sambil tersenyum menatapnya.
        “Apa maksudmu? Jadi begini… Bisakah kau tidak lagi berteman dengan Yoona? Atau jika kau ingin tetap berteman dengannya, bersikaplah wajar. Jangan membuatnya cemas. Aku tau kau menyukaiku, tapi apa kau akan menunjukkan sikap ini pada Yoona? Kau membuat Yoona tidak nyaman. Aku tidak mau Yoona mengakhiri hubungan ini karna dia tau perasaanmu. Jadi bisakah kau vbuang semua perasaanmu dan bersikap seperti biasa saja? Seperti kau tidak pernah menyukaiku?” Jelas Min Hoo panjang lebar.
      Aku hanya tersenyum dan menjawab “Baiklah… Ini semua untukmu… Aku akan tetap mencintaimu dengan caraku sendiri. Sudah kan? Aku pergi…” Ucapku sambil pergi meninggalkannya.
         Setelah merasa cukup jauh, aku pun berlari sekencang mungkin untuk bersembunyi lagi. Rasa sakit yang aku rasakan sekarang hamper membuatku gila. Kenapa harus Yoona? Sahabatku sendiri? Melupakan Min Hoo sudah cukup sulit untukku, tapi kenapa sekarang penderitaanku harus ditambah untuk menerima keadaan ini? Keadaan dimana kekasihnya adalah sahabatku yang sangat aku sayangi.
         Aku bersandar disebuah pohon yang cukup besar dan tua. Tapi tiba-tiba seorang laki-laki dating menghampiriku. Tidak lain dan tidak bukan, dialah laki-laki asing menyebalkan itu. Seperti biasa, dia selalu datang saat aku menangis.
        “Apakah kau ingin aku menganggapmu pahlawan-ku hanya karena kau datang disaat aku seperti ini?!” Bentakku padanya yang malah duduk disebelahku.
        “Menangislah, jika itu bisa menenangkan hatimu…” Ucapnya sambil mulai memetik gitar.
        “Hei! Kau pikir aku akan luluh jika kau bermain gitar? Cih.. pemikiran yang dangkal!” Benttaku kasar.
Laki-laki itu hanya tersenyum dan malah mulai memetik gitarnya kembali.
Sarangeun cham nae mameul moreujyo…
Sesangeun cham nae mameul moreujyo…
Saranghaneun sarami isseoyo…
Geunde geu sarameun, nae mamdomollayo…
Jigeum i sungan… geu saram neorangeol…

Iroen motnan sarang…
Ijeya ijeya…
Nae mameul arannayo neukkyeonnayo…
Neol wihan I mam…
Ireon motnan sarang…
Ijeya ijeya…
Nae mameul arannayo neukkyeonnayo geudae ~
Jebal nae nuneul na mameul budi kkok itji marayo…

Saramdeureun… geudareul moreujyo…
Areumdaun… geu mameul moreujyo…
Ibyeorui apeum, anin cheogeul hajyo…
Tteonan geu sarameul geuriwohanayo…
Arko innayo nan geudael boneunde…

Iroen motnan sarang…
Ijeya ijeya…
Nae mameul arannayo neukkyeonnayo…
Neol wihan I mam…
Ireon motnan sarang…
Ijeya ijeya…
Nae mameul arannayo neukkyeonnayo geudae ~
Jebal nae nuneul na mameul budi kkok itji marayo…

Geudae sarangmani nae apeun mameul…
Modu itge haneun salge haneun iyuyeonneunde…

Neomu saranghaeyo…
Ijeneun Ijeneun…
Nae mameul arannayo neukkyeonnayo neol wihan I mam..
Ireon motnan sarang…
Ijeya ijeya…
Nae mameul arannayo neukkyeonnayo geudae ~
Nal ijeoyo nal ijeoyo budi annyeong seulpeun saranga…

(Sad Love – No Min Wo)

Air mataku semakin deras mengalir. Laki-laki itu meletakkan gitarnya, lalu menghapuskan ir mataku yang sejak tadi mengalir tanpa henti.
        “Ayo, aku antar pulang…” Ucapnya sambil berdiri dan mengulurkan tangannya.
Aku hanya mengangguk dan meraih tangannya. Hari ini aku pun pulang bersama laki-laki yang sudah tak asing ini. Dalam hatiku pun berkata “Annyeong Seulpeun Saranga” (Goodbye Sad Love/Selamat tinggal cinta yang menyedihkan).
        *****

        Hari ini ulang tahun No Min Woo, aku sudah mempersiapkan sebuah hadiah ulang tahun untuknya. Aku menyiapkan sebuah jam tangan yang aku beli di toko jam dekat kampus. Saat akan menghampirinya, dan Min Hoo benar-benar sudah ada dihadapanku, tiba-tiba Yoona datang.
        “Tiffany? Kau…” Yoona menatapku curiga.
        “Ah dia hanya ingin mengembalikan buku milikku yang ia pinjam, benar kan?” Ucap Lee Min Hoo sembarangan.
        “Ahh iya… aku akan mengembalikannya nanti saja… aku masuk kelas duluan ya…” Aku pun berlari masuk kedalam kelas.
        Baru sesaat aku duduk di kursiku, aku langsung kembali berdiri lalu berlari meninggalkan kelas. Aku berlari menuju tempatdimana aku bisa menyendiri.
        Aku masuk disebuah ruang praktek musik,dan menuju sebuah piano yang tersedia diruangan praktek ini. Aku mulai menjalankan jemari lentikku diatas piano dan mulai menyanyi.  Tentu saja diringi dengan lirnangan air mata yang seakan tak pernah bisa berhenti mengalir tiap saat aku menangis.
Mianhadan mal, haji marayo…
Naege sarangeun kkeutianinde..
Ireohke uri… Heyeojindamyeon…
Eotteokhaeyo… eotteokhaeyo…

Sarang hana ppuninde…
Saranghal su eoptko…
Cheomcheom meoreojyeoganeun… sarangijigiji mothal…
Maldeurinal… ulke haneyo…

Komapdaneun mal,haji marayo…
Nae modeun sarang, jugo shipeunde…
Ireohke uri… Nami dwehndamyeon…
Eotteokhaeyo… eotteokhaeyo…

Sarang hana ppuninde…
Saranghalsu eoptko…
Cheomcheom meoreojyeoganeun… sarangijigiji mothal…
Maldeurinal… ulke haneyo…

Saranghaeyo… Saranghaeseo… Eotteokhaeyo…
Apeun sarangirado kwaehnchanha ~
Jiwodo jiulsu eomneun… geudaenikka ~
Seulpeun unmyeonggirado… Keudareul bonaelsu eopseo… Saranghaeyo…
Geudaenikkayo…
Naegen geudaenikkayo…

(Tiffany SNSD – Because It’s You)

Aku menghela napas panjang sesaat lalu menghapus air mataku. Tapi tiba-tiba sebuah sapu tangan mendarat dipipiku. Jemari lentik seseorang menyentuh lembut pipiku. Aku melirik kearah pemilik tangan itu, dan ternyata jemari lentik itu milik laki-laki asing yang selalu mengangguku.
        “Bisakah sehari saja kau tidak menggangguku?” Bentakku padanya.
Laki-laki itu hanya tersenyum dan malah duduk disampingku. Jemarinya mulai mendarat dipiano yang kini ada dihadapan kami berdua. Laki-laki asing itu mulai memainkan piano dan menyanyikan sebuah lagu.

Manheun manname seollegido haetjyo…
Manheun ibyeore nunmuldo heullyeotjyo…
Hangsang kkeuchi itdago nanmideotjyo…

Maeume eomneun mallo neol ulligo…
Babocheoreom neol dachige haetjiman…
Ijeya arasseo niga eobsi nan andoendaneungeol…
Geurol jagyeokdo eomneun nagetjiman…

Geudael saranghaedo doenayo…
Na geudael anabwado doenayo…
Nae modeungeol jwodo akkapji anchyo…
Sarangirangeo… Na cheoeum aratjyo…
Na jashinboda saranghal saram geudaenikka…

Ijen geudae irko sipji anhayo…
Ijen dareun sarang motalgeot gata…
Geudongan apahamyeo honja heullin manheun nunmureun…
Geudael mannagi wihan yeonseubijyo…

Geudael saranghaedo doenayo…
Na geudael anabwado doenayo…
Nae modeungeol jwodo akkapji anchyo…
Sarangirangeo… Na cheoeum aratjyo…
Na jashinboda saranghal saram geudaenikka…

Geudael saranghago sipeoyo..
Na geudael anabogo sipeoyo…
Geudael mannago dasi taeeonatjyo…
Sarmi himdeulgo… sesangi sogyeodo…
Naega geudareul jikyeojulgeyo… saranghaeyo…

 (No Min Wo – Can I Love You)

Setelah selesai menyanyi, laki-laki asing itu menatapku dan tersenyum pedih.
       “Jangan pernah menangis lagi… Hatiku selalu sakit tiap saat mendengar isak tangismu… Pedih rasanya melihat orang yang aku sayangi tersiksa…” Ucapnya sambil membelai pipiku.
       “Lancang sekali kau berani menyentuhku!” Aku beranjak dari dudukku dan meninggalkannya.
Aku berjalan cepat dengan perasaan yang sangat kesal. Kenapa dia selalu ada disaat seakan aku membutuhkannya? Menyebalkan!
       “Siapa dia berani-beraninya menyentuh pipiku!” Gerutuku sambil berjalan keluar ruang praktek.
Saat aku sedang berjalan, aku melihat Lee Min Hoo yang sedang membetulkan tli sepatu ketsnya, dan dari arah berlawanan ada sebuah Trukl pengangkut barang menujunya.
        “Ini bahaya!” Aku berlari untuk mendorong tubuh Min Hoo agar ia tidak tertabrak Truk itu.
Aku berlari dan mendorongnya… tubuhku pun serasa terbang oleh angin yang seperti berhembus kencang tak wajar…

*DUGGHHHH!!!!*

Nah loh suara apatuhh??
Siapa yang ketabrak?
Bagus gak cerpen barunya?
Aneh ya? Jelek yah?
Aaaa koment dongse :D
NISNIS@annisRprianti_