Senin, 14 Mei 2012





Spirit Of Mother Love
Penulis : Annis Raka Prianti

Aku menatap jam dinding kamarku yang menunjukkan pukul 3 sore. Sore ini hujan turun sangat lebat. Suara petir yang menggema bagai suara hatiku yang sedang meronta. Suara petir sangat terdengar mengerikan. Jalan raya terlihat sangat sepi. Aku memandang jalan raya yang licin karena basah oleh gemercik air hujan.
"Aku bukan siapa-siapa... Aku tak pantas punya cita-cita!" Aku merobek semua cerpen yang terjilid rapih dengan lirnangan air mata.
Aku mengingat kembali semua usaha dan perjuanganku dalam menerbitkan sebuah cerita fiksi yang aku buat sejak empat bulan lalu. File yang berisi naskah ini sempat hilang tiga bulan lalu, saat ponselku hilang. Dan tentu saja naskah novel yang sudah dua bulan aku kerjakan itu harus kuulang dari awal. Belum lagi usahaku yang dating jauh-jauh ke redaksi Gagasmedia di Jakarta, awalnya hampir terbit, tapi karena penolakan dari manager, redaksi itu gagal menerbitkan buku itu. Belum lagi aku sampai bolos sekolah hanya untuk datang ke Mampang, Mama pun hingga berbohong pada Ayah saat aku ke Jakarta untuk meminta izin penerbitan buku, tapi malah mendapat pengunduran penerbitan. Sakit? Kecewa? Hancur? Tentu saja!
"Salahkah aku memperjuangkan cita-citaku Ya Allah..." Butiran air mata ku terus mengalir. Aku memeluk sobekan kertas yang tertulis semua cerpen buatanku.
"DUKK DUKK" Aku menghempaskan kepalaku dengan keras ketembok dengan sambil terus menangis.
          "Ya inilah rasanya menjadi pemimpi! Rasakan ini bodoh!" aku terus membenturkan kepalakuketembok.
"Kakak sayang gak apa-apa kan?" Mama mengetuk pintu kamarku.
"Gak apa-apa Ma, cuma pusing." Aku berbohong agar Mama tidak khawatir. Aku sangat menyayangi Mamahku. Selama ini aku memperjuangkan cita-citaku pun demi Mama.
Aku tidak mau mengecewakan Mama. Aku takut Mama sedih akan berita penolakan naskah novelku yang aku kirimkan pada management sebuah Boy Band yang sedang naik daun itu. Walaupun lebih tepatnya bukan penolakan, melainkan pengunduran izin penerbitan, tapi tetap saja rasa sakit dan kecewa yang aku rasakan ini pasti juga membuat Mama sedih. Aku memutuskan untuk memendam semua ini sendiri, sampai aku memutuskan untuk mencari inspirasi lain selai Boy Band itu.
            Saat aku sedang terdiam dan termenung, tiba-tiba Mama masuk ke kamarku dan melihat aku menangis. Karena Mama sudah telanjur melihatku menangis aku pun berlari menghampiri Mama yang masih berdiri diujung pintu. Aku menangis memeluk Mamaku.
"Maafin Annis yah belum bisa nepatin janji Annis. Annis belum bisa bahagiain Mama, belum bisa membuat Mama bangga!" Air mataku menetes. butiran bening air mata ini mengalir perlahan membasahi pipiku. Mama hanya tersenyum membelai rambutku.
"Kakak sudah membuat Mama bangga sayang, perjuangan kakak selama ini udah cukup buat Mama bahagia. Kamu punya niat untuk bahagiain Mama aja, Mama sudah bangga sama kakak. Mungkin sekarang belum waktunya, lebih baik belajar yang rajin, suatu saat semua akan indah pada waktunya, cita-citamu akan tercapai sayang. Mama selalu doain yang terbaik buat anak Mama." Mama memelukku dan menghapuskan butiran air mataku yang menggantung di pipiku yang mengembung. 
          “Iya, yang penting sekarang belajar yang rajin. Buat Mama bangga dengan hal yang lain. Semua pasti ada jalannya.” Ucap Mama sambil tersenyum dan menghapus air matanya yang ikut mengalir.
          *****

          Seminggu telah berlalu, aku pun mulai bangkit dari kegagalan yang ku terima. Aku mendapat sebuah inspirasi baru dari sebuah Boy Band yang beranggotakan 5 orang personil yang sangat baik dan ramah, mereka adalah DRAGON BOYZ.
          Dengan mudah aku mendapat izin penerbitan novel tentang mereka. Bahkan salah satu personil langsung mendukung penuh ide penulisan ceritaku. Dengan semangat baru, aku pun bangkit dari kegagalan masa lalu
Aku menulis naskah setebal 130halaman hanya dalam waktu dua minggu. Tanpa ada persiapan apapun sebelumnya, ide-ide itu muncul seiring dengan semangat menulisku. Semangatku dating dari dukungan orang-orang yang menyayangiku. Mamahku selalu berdoa untukku, mendukung semua yang aku lakukan. Meng-supportku untuk terus berusaha. Hingga kini mimpi dan cita-citaku tiba dihadapanku. Tanggal 29 Desember buku pertama ku terbit. Novel yang berjudul “Love You? No More!”.
         Belajar dari sebuah kegagalan dan berusaha dari kekurangan yang kita rasakan adalah kuci yang tepat untuk meraih kesuksesan. Dan tentu saja diiringi dengan restu dan doa yang tulus dari sang Ibu. Aku merasakan jalan kemudahan yang diberikan oleh Tuhan setelah aku mencuci kedua telapak kaki Mamahku, lalu ku cuci mukaku dengan air cucian kaki Mama itu. Darisanalah aku diberi jalan yang indah oleh Tuhan hingga sekarang.
Dan sampai sekarang, Mamah ku pun terus mendukungku. Rela mengantarku kesana dan kesini, selalu berdoa untukku, dan bahkan telah siap membantuku mempromosikan buku ku. Bahkan beliau sempat rela menjual anring emasnya demi memberiku modal untuk menjual Novelku.
Dari sinilah aku belajar arti ketulusan dan kesucian doa Ibu. Ia selalu bilang, jangan pernah bermimpi terlalu tinggi. Tapi dengan ini aku membuat sebuah kata yang memotivasiku selama ini, yang aku harap juga bias memotivasi kalian para pembaca, bahwa…


“Mimpi itu indah, apalagi jika kita bisa mewujudkannya. Jadi jangan pernah takut untuk bermimpi dan jangan pernah berhenti untuk berusaha mewujudkannya. Karena tidak ada perjuangan yang sia-sia. Tidak ada kata mustahil jika kita punya niat, tekad dan keinginan yang kuat."


     Sayangilah Ibumu, jaga dan rawatlah Ibumu. Kita takan pernah ada jika ia tidak ada. Kita tidak akan bias merasakan indahnya dunia, jika ia tidak lahir ke dunia, kita pun tidak bias merasakan kebahagiaan meraih kesuksesan jika tanpa doanya.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar