Cintaku Nyasar ke Hatimu *RAISE* - Bag.3
Penulis : Annis Raka PriantiFollow : @AnnisPrianti / @AnnisPrianti_
Sebelumnya :
Sesampainya di sekolah, Endrew membopoh Grey hingga kelasnya.
"Ciee mesra amat sama Endrew..." Gischa menggoda Endrew dan Grey yang baru saja sampai di kelas.
"Ah ngiri ya? Haha... Yaudah gua ke kelas dulu yah... Nitip Grey yah Cha... Dahh..." Endrew pun langsung berlari meninggalkan Grey dan Gischa begitu saja.
"Huh nyelonong aja.." Gischa menatap Endrew yang sedang berlari dengan kesal.
"Lo masih suka Cha sama Endrew?" Grey menatap Gischa sambil mencubitnya pelan.
"Nggak kok! Eh ya, lo sebenernya sama Endrew tuh kayak gimana sih?" Gischa duduk dihadapan Grey yang sedang sibuk dengan BBnya.
"Yah gak gimana-gimana. Emang maksud lo gimana? Endrew cuma temen gue kok. Temen dari kecil. Hayo lo cemburu yah?!" Grey terus menggoda Gischa dengan mengedipkan matanya.
“Apaan sihh… nggak ahh… Abis lo tuh kayak nempel terus sama Endrew… Oh iya Iman gimana? Dia sms lo gak? Kayaknya dia cemburu deh pas lo digendong Steven?” Gischa balik menggoda Grey.
“Gak tu… takut ceweknya marah kali…” Grey memalingkan wajahnya membelakangi Gischa.
“Terus, ampe sekarang lo belum dapet penggantinya Iman?” Gischa menarik wajah Grey untuk menatapnya kembali.
“Udah sih… tapi gue gak yakin…” Grey terdiam sesaat saat membayangkan Rendy, laki-laki yang ia cintai.
“Hah? Siapa? Kok lo gak cerita sama gue?” Gischa mengguncang tubuh Grey dengan cepat dan kencang.
“Aduh Gischa, kaki gue udah kayak gini, sekarang badan gue mau lo bikin remuk?! Lo pasti kenal kok orangnya, tapi gak bias gue kasih tau sekarang.” Grey melepaskan kedua tangan Gischa yang mencengkram erat bahunya.
“Oh maen rahasia-rahasiaan nih ceritanya? Gitu yah sama gue sekarang?!” kini Gischa yang membalikkan badannya membelakangi Grey.
“Gue malu Cha kalo bilang sekarang… nanti aja deh yah…” Grey menarik tubuh Gischa untuk membalik padanya, namun Gischa terus membalikkan badannya.
“Gue bakal terus marah sama lo, sebelum lo cerita cowok itu siapa?!” Gischa terus tak mau menatap Grey.
“Dia salah satu di genk kita kok…” wajah Grey mulai memerah padam.
“Ya tapi siapa? Iman gak mungkin, Endrew katanya Cuma temen? Anes? Steven? Atau Rendy?” Gischa menatap kedua mata Grey dengan sangat tajam.
“Dia……” Grey mulai gemetar, keringat dingin mulai mengalir dari pori-pori kulitnya.
“Siapa Grey siapaaa……!” Gischa mulai terlihat emosi karena kesal menunggu jawaban dari Grey.
“Rendy… Aaaa…” Grey berteriak malu, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
“Cieee… Oh jadi si Rendy tohh… Hahahahaha…” Gischa tertawa sambil memukul meja karena sangat terkejut.
“Kok malah diketawain? Aneh ya gue naksir Rendy? Gue tau kok, Rendy gak mungkin naksir gue…” Wajah Grey langsung terlihat murung.
“Gak, gak gitu Grey… tapi… kenapa lo bias suka sama Rendy? Rendy kan…..
*****
"Rendy kan umurnya lebih tua dari lo 3 taun Grey..." Ucap Gischa mendelik.
"Ya, terus kenapa? Ada masalah? Cuma 3 tahun kok!" Jawabku enteng.
"Yah tapi, dia juga udah punya gebetan tau!" Sambuk Gischa lagi.
"Ah yaudah sih... Gue cuma suka doang! Lo kenapa sih kayak gak setuju gitu gue suka sama dia?" Tanyaku dengan sorotan mata yang tajam. Jauh lebih tajam dari pisau yang baru saja diasah.
"Ya karna, Rendy itu orangnya PHP!" Jawab Gischa tegas.
"PHP? Apa tuh?" Aku semakin menatap Gischa dengan penuh kebingungan.
"Pe-Ha-Pe itu, Pemberi Harapan Palsu." Jawab Gischa.
"Maksudnya apa si? Gue masih gak ngerti... Rendy baik kok, ramah dan bersahabat. Apa lagi sama gue!" Ungkapku penuh rasa bangga.
"Yaudah deh terserah lo... Gue cuma ngasih tau lo aja!" Jawab Gischa dengan jutek.
"Hufth... Gue tau lo care sama gue.. Makasih ya Gischa sayang..." Ucapku sambil memeluk Gischa.
Sementara Gischa hanya membalas pelukanku dengan senyum yang terpaksa. Aku hanya bisa menghela napas panjang melihat sikapnya padaku sekarang. Aku yakin Gischa pasti punya alasan bersikap seperti ini.
*****
Sepulang sekolah aku dan Gischa menunggu Endrew tepat di taman parkiran, duduk disebuah bangku kayu yang tersedia disana. Namun Endrew tak kunjung terlihat. Saat sedang beranjak bangun dari duduk, tiba-tiba saja ada yang berdiri tepat dihadapanku.
"Hey Grey..." Sapa seseorang yang ternyata adalah Steven.
"Hey... Sama siapa Stev?" Sapaku balik pada Stev.
"Sama Iman dan Anes... Kayaknya anak-anak mau kumpul deh..." Jawab Stev sambil melirik kaki ku.
"Ehem.. Iman lho Grey.." Ledek Gischa dengan centil.
"Apaan sih Cha!" Ku pelototi Gischa sambil mengerucutkan bibir mungilku.
"Lo mau ikut Grey? Kaki lo gimana, udah mendingan?" Stev mencoba memegang kaki ku.
"Udah mendingan kok.. Tinggal sekali diurut lagi." Jawabku sambil ikut memegang kaki ku sendiri. Dan tanpa sengaja aku menyentuh tangan Stev yang sedang memegang kaki ku.
Refleks aku pun langsung menepis tangannya. "Sorry..." Ucapku pelan.
Sementara Stev hanya terkekeh kecil sambil tersenyum padaku. "Manis juga... Tapi lebih manis Rendy! Ya... Mungkin.." Pikirku dalam hati.
"Emang anak-anak pada mau kemana, Stev?" Pertanyaan Gischa pun memecahkan lamunan konyolku itu.
"Katanya sih pada mau ke Bandung, Villa barunya Rendy. Lo ikut kan Grey?" Tanya Stev untuk memastikan.
"Pasti dong!" Jawabku girang dan penuh antusias.
"Heh! Pada ngapain diem disitu? Ayo berangkat!" Endrew berteriak dari mobilnya.
"Eh tunggu! Tapi gue ada jadwal ngurut kaki..." Ucapku lesu.
Masa iya gue gak ikut? Tapi kalo gue mau sembuh musti diurut.. Hufth..
"Gimana kalo lo nyusul aja nanti sore sama gue?" Tawar Stev.
"Nah bener tuh! Gak mungkin kan lo ke Bandung pincang-pincang gini?" Ledek Gischa sambil menahan tawanya.
"Yaudah deh..." Jawabku pasrah.
"Dadah Grey... Selamat ngurut kaki pincang sebelah! Hahaha..." Anes meledekku dari dalam mobil Endrew.
"Aness! Awas lo! Kaki gue sembuh, gue cekek lo!" Teriakkanku membuat seisi parkiran sekolah beralih menatapku.
"Yaudah yah Grey, kita duluan..." Gischa berlari masuk kedalam mobil.
"Huh nyebelin! Rese! Ngeselin!" Aku terus mengoceh tak jelas melihat mobil Endrew yang mulai melaju meninggalkan sekolahku.
"Tenang aja, kalo kaki lo udah sembuh kita susul mereka pakek motor. Pasti sampe sebelum mereka." Ucap Stev dengan senum khasnya yang cukup manis.
"Emang bisa?" Aku memasang muka ragu saat menatapnya.
"Bisa. Udah yuk! Mobil gue diparkir depan sekolah.. Nanti ilang.." Tiba-tiba saja Steven menggenggam tanganku. Tidak, lebih tepatnya menggandengku berjalan bersamanya. Steven pun mengantarku pulang, dan ia pun pulang untuk menukar mobilnya dengan motor.
*****
"Yee! Kaki gue sembuh! Awas lo Anes, gue cekek ampe mati! Hahaha!" Aku melompat-lompat diatas kasurku sambil terus tertawa cekikan.
"Sayang, Steven udah dateng nih..." Mama berteriak dari luar kamarku.
"Iya Ma, bilang tunggu sebentar..." Aku pun langsung turun dari kasur dan memakai sepatu ketsku.
Setelah selesai berkemas, aku pun pamit pada Mama lalu berlari dengan tak sabar meuju halaman rumahku untuk segera bertemu Steven, dan berangkat ke Bandung menyusul yang lainnya.
"Hey Stev!" Sapaku pada Steven yang sedang berdiri diambang pintu.
"Hey... Udah sembuh?" Ia melirik kearah kaki ku.
"Udah dong!" Ucapku sambil melompat-lompat.
"Yuk berangkat. Anak-anak baru setengah jam yang lalu berangkat." Ucap Stev sambil menyalakan motornya.
"Bukannya udah dari tadi?" Tanyaku sambil mulai naik ke motor ninja berwarna ungu itu.
Yah, Steven memang suka warna ungu. Ia hampir selalu memakai serba ungu. Bahkan motor dan mnbilnya berwarna ungu.
"Tadi mereka anter Gischa ganti baju, trus Endrew beli baju dulu di distro deket rumah Gischa. Pegangan dong Grey..." Ucapnya setelah memakai helm.
"Ah.. Iya." Ku lingkarkan tanganku pada pinggang Steven. Steven pun mulai melaju kencang.
*****
Entah mengapa, sejak awal perjalanan aku merasa deg-degan. Jantungku berdegup sangat kencang. Aku yakin Stev bisa merasakannya. Karena tubuhku menempel pada punggung Steven. Motor Steven melaju dengan sangat cepat, secepat debaran jantungku ini. Dalam dua jam, kami telah sampai di Villa Rendy. Tapi aku tidak menemukan mobil Endrew terpakir dihalaman Villa.
"Kita sampe duluan kan!" Ucap Steven sambil membuka helmnya.
"Iya, tapi jantung gue udah mau copot lo bawa ngebut tau!" Sahutku pura-pura kesal.
"Iya tau, gue ngerasain kok. Haha..." Steven pun turun dari motornya dan berjalan kearah pintu Villa.
"Ah bener.. Gue deg-degan karna gugup dibawa ngebut, bukan karna hal lain!" Umpatku dalam hati.
"Grey? Jangan bilang kalo lo sawan gara-gara gue bawa ngebut?! Ayo sini!" Steven kembali menghampiriku dan menarik tanganku untuk berjalan bersamanya.
"Yeee.. Enak aja! Enggak kok!" Sahutku gugup.
"Rendy... Rendy..." Steven terus mengetok pintu, tapi tangan kirinya tak juga melepaskan genggamannya pada tanganku.
"Hey.. Udah sampe.. Kok berdua aja?" Sapa Rendy setelah membuka pintu.
"Yang laen masih pada di jalan.." Jawabku gugup.
Ya Tuhan pandangan matanya sangat menghipnotisku. Rendy... You make me crazy..
"Oh..." Rendy tersenyum dan tertawa kecil sambil melihat aku dan Steven secara bergantian. Ku ikuti arah pandangan matanya yang ternyata tertuju pada tanganku yang masih digenggam erat oleh Steven.
"Ah... Hm.. Gue mau ke kamar mandi dong!" Dengan kasar dan cepat, aku pun melepaskan genggaman tangan Steven pada tanganku. Aku langsung melipat kedua tanganku diatas perutku.
"Ada didalem, yuk masuk!" Rendy masih terus terkekeh sambil berusaha menahan tawanya.
Aku pun langsung berlari menuju kamar mandi, dan mengunci diriku sesaat didalam sana.
"Apa-apaan sih lo Stev! Gara-gara lo gue jadi diketawain Rendy! Aagghh..! Gue harus pasang tampang gimana nanti?" Ku tatap wajah panik ku didepan cermin kamar mandi Villa.
"Grey? Lo didalem?" Terdengar suara seseorang yang memanggilku.
"Ya..." Aku pun langsung membuka pintu kamar mandi.
"Hey, udah sembuh?" Sapa Iman yang ternyata sejak tadi menungguku diluar.
"Udah kok... Kapan sampe?" Aku berusaha ramah didepannya, padahal dalam hati aku merasa kesal.
Untuk apa dia peduli padaku? Bukankah harusnya perhatian dan kepeduliannya itu ia berikan pada pacar barunya?
"Barusan aja... Eh jalan yuk!" Tiba-tiba saja Iman menarikku untuk berjalan ke luar.
"Wey mau kemana lo?" Anes menghampiri Aku dan Iman yang sedang berjalan keluar dengan melewati ruang tamu.
"Mau jalan-jalan dong!" Jawab Iman dengan penuh semangat.
"Ikut ah... Yuk Drew!" Anes menarik Endrew yang sedang berbaring di sofa.
"Males ah, gue capek Nes... Rendy aja tuh..." Endrew tetap tiduran di sofa.
"Rendy sama Gischa lagi masak tau! Steven lagi tidur. Udah ayo!" Anes menarik Endrew hingga jatuh dari kursi.
"Ah rese nih..." Endrew pun akhirnya ikut bersama aku, Iman dan Rendy.
*****
Aku, Iman, Endrew dan Anes sampai disebuah bukit yang dipenuhi bunga yang tidak terlalu jauh dari Villa.
"Wahh... Bagus banget pemandangannya!" Lagi-lagi Iman menarik tanganku untuk duduk dibawah sebuah pohon.
"Apa boleh terus kayak gini? Gue gak boleh suka lagi sama Iman.. Dia udah punya orang lain.." Pikirku dalam hati.
"Nah, yang enak tuh tiduran disini..." Ucap Anes sambil merebahkan tubuhnya diatas bukit yang dihiasi penuh rumput hijau layaknya sebuah karpet.
Endrew pun hanyu duduk bersandar dibawah pohon, bersebrangan dengan pohon tempat aku duduk dengan Iman.Tiba-tiba saja ponsel Iman berdering. Pasti pacarnya yang menelepon. Karena tiba-tiba ia menjauh. Aku pun berjalan menghampiri Endrew.
"Kenapa lo? Kok manyun gitu?" Endrew melirikku yang kini ada disebelahnya, duduk bersandar disatu pohon dengannya.
"Hari ini kacau... Hufth..." Jawabku dengan helaan napas panjang.
"Kenapa? Cerita dong sama gue." Endrew menarik kepalaku untuk bersandar pada pundaknya.
"Tadi gue diketawain Rendy...!" Ungkapku kesal.
"Kok bisa?" Tubuh Endrew sedikit bergetar. Ku tatap wajahnya, dan ternyata ia terkekeh kecil.
"Lucu? Nyebelin ah!" Aku mengangkat kepalaku dari pundaknya dengan kesal.
"Hahaha.. Sory.. Sini ah cerita lagi!" Endrew menarik paksa kepalaku untuk kembali bersandar dipundaknya.
"Aduh pala gue putus nanti!" Aku terus berontak, namun Endrew malah mengapit kepalaku dengan kedua tangannya.
"Pokoknya cerita!" Ancamnya.
"Iya.. Aduh... Gara-gara gue gandengan sama Steven!" Ucapku setengah berteriak.
"Apa? Hahahaha! Kok bisa lo gandengan sama Steven? Jangan-jangan lu lagi PDKT yah? Atau diem-diem udah jadian?!" Endrew tetap tak melepaskan apitan tangannya pada kepalaku.
"Ah apaan sih! Yang gue suka itu Rendy..! R-E-N-D-Y!" Aku berteriak tepat ditelinga Endrew.
"Jadi... Lo suka sama Rendy?" Tiba-tiba saja Iman sudah berada dihadapanku.
Aku dan Endrew hanya diam tak berucap dan saling pandang. Mungkin apa yang ada dipikiran kami sama, "Apa yang harus gue jawab? Gimana cara jelasinnya?".
"Eh kenapa sama Rendy?" Anes yang sedang tidurpun langsung terbangun. Mungkin karena teriakanku yang cukup dan bahkan sangat kencang tadi.
"Rendy nyuruh kita balik ke Villa, makanannya udah mateng katanya." Ucap Iman sambil menarik Anes untuk kembali menuju Villa.
"Hah?!" Aku sangat kaget mendengar alibi Iman. Tapi Endrew langsung membekap mulutku dan menarikku untuk mengikuti Iman dan Anes kembali ke Villa. Iman hanya diam, tak berucap sepatah katapun sepanjang perjalan.
Sementara Anes sibuk dengan ipadnya. Dan aku hanya bisu menyimpan kegalauan. Sekarang selain Endrew dan Gischa, Iman pun tahu bahwa aku menyukai Rendy.
Endrew yang sejak tadi memperhatikan dan bahkan menyadari raut wajahku yang cemas dan panik langsung mendekat padaku. "Tenang aja sih..." Ucap Endrew sambil merangkulku.
Saat aku, Endrew, Anes dan Iman akan masuk Villa, aku melihat Rendy dan Gischa......
What's going on?
See you on the next part :)
NISNIS
@AnnisPrianti / @AnnisPrianti_
Keritik dan saran diterima :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar