Judul : PHP - Pecinta Harapan Palsu
Tema : Romance
Tokoh Utama :
- Adellia Clarissa
- Hendri Pratama
- Mario Prasetya
Other Cast :
Find In This Story
Part 1
PHP – Pecinta Harapan Palsu
Aku tidak percaya ada cinta yang
benar-benar kuat. Semua cinta pada akhirnya pasti akan berakhir, atau perlahan
menghilang – Adellia Clarissa
***
“Oh ayolah Hendri, kenapa lama
sekali!” Beberapa kali aku meremas ujung kaosku karena gelisah menunggu
dijemput oleh Hendri, laki-laki yang sudah menjadi kekasihku hampir satu tahun.
Aku tidak tahu kenapa aku menerimanya,
yang aku tahu ia sangat menyayangiku. Dan itu cukup menjadi alasan mengapa aku
menerimanya menjadi pacarku sampai saat ini. Terlebih Hendri bukan laki-laki
yang suka macam-macam dengan wanita lain. Aku sudah memastikannya
berpuluh-puluh kali.
“Maaf, Bey. Tadi mobil dipakai sama
Abang untuk jemput Mama. Dan jalanan macet banget, ayo masuk.” Hendri
membukakan pintu mobil dengan wajah cemas. Aku tahu dia cemas dan takut kalau
aku marah padanya. Ia selalu takut melihatku marah padanya, katanya itu
membuatnya tersiksa.
“Jadi udah tau mau makan apa, Bey?”
Hendri yang sibuk mengemudi sesekali melirikku yang terlihat diam tanpa sepatah
katapun bahkan saat tadi ia minta maaf.
“Apa aja terserah.” Aku menjawabnya
dengan datar tanpa menatap Hendri dan malah sibuk dengan ponselku.
“Ngertiin aku sekali aja, Bey… Aku
juga usaha kok supaya cepet sampe. Jangan sedikit-sedikit ngambek kenapa sih?”
Hendri mulai berontak dari perlakuan semena-menaku terhadapnya. Tapi aku yakin
ia akan sia-sia untuk kesekian kalianya untuk berbalik marah padaku.
“Yah kalo gak suka yaudah,
tinggalin aja aku. Aku emang kayak gini koK, kalo gak mau terima yah gak usah
pacaran sama aku!” Nada ketusku berhasil membuatnya terdiam dan menggenggam
tanganku.
“Maaf, oke aku minta maaf. Jadi
sekarang kita mau makan apa? Kamu pasti laper nunggu aku kan?” Ya, Hendri
selalu luluh padaku akhirnya. Inilah yang membuatku bosan, dan mungkin juga
alasan kenapa aku tidak bisa mencintainya bahkan setelah hampir satu tahun kami
pacaran.
“Oke aku ngerti… Ketempat Steak
biasa aja. Aku bingung mau makan apa.” Aku masih mengeluarkan nada ketusku, dan
Hendri mulai membelai puncak kepalaku. Aku bisa merasakannya. Seluruh perasaan
Hendri yang tersampaikan disetiap belaiannya pada helai rambutku. Tapi aku
bahkan belum menemukan alasan untuk membalas perasaannya. Aku hanya tersu
menghindar untuk menyayanginya lebih tepatnya.
Karena dia terlalu mencintaiku,
untuk apa mencintainya? Bukankah orang bilang dicintai lebih indah? –
Adellia Clarissa.
***
Hari ini entah kenapa tiba-tiba aku
ingin mendengar music yang berbeda, aku mencoba mendengarkan music di radio
yang 95% dari music itu aku tidak mengerti, tapi mendengar suara penyiar yang
beberapa hari ini aku dengar secara tidak sengaja itu membuatku ingin terus
mendengarkan radio, tidak lebih tepatnya suara merdu si penyiar yang menyebut
dirinya Mario.
Karena pribadiku yang usil, aku
mencoba mengirim tweet ke penyiar dengan suara merdu itu dan memberinya jurus
gombalku dengan embel-embel menyiapkan sarapan untuk si penyiar pagi bersuara
merdu itu. Dan entah ini takdir atau gak sengaja, si penyiar dengan suara merdu
itu –Mario- membalas twitku dan bersedia mencoba masakkanku. Baru kali ini aku
merasa sebahagia ini berinteraksi dengan lawan jenis yang belum aku kenal. Aku
hanya mengenal Mario lewat suara merdunya di radio, kenapa aku merasa bahagia
saat ia membalas tweetku. Dan rasa bahagiaku belum selesai saat aku menyadari,
tweeterku difollow back sama Mario. Well, aku lupa kalau aku punya pacar dan
aku harus berhenti tertarik padanya.
Namun, bukan Adellia Clarissa jika
aku tidak melanjutkan niat usilku sampai tuntas. Aku mengirimkan pesan pribadi
pada Mario tentang tanggal kedatanganku ketempat Mario siaran. Dan bagai padi
yang hidup selama satu abad kemarau yang tiba-tiba terkena air hujan, aku
merasa bahagia dengan balasan pesannya yang bilang menungguku. Oh Tuhan,
sadarkan aku, Hendri maafkan aku dan Mario berhenti menghiraukanku! Baik,
jangan salahkan Mario, dia terlalu baik untuk disalahkan bagiku.
***
Seperti yang aku rencanakan
sebelumnya, kini aku sudah sukses berada didepan kantor radio tempat Mario
siaran. Suara merdunya sudah terdengar, sialnya aku telat dan harus
menunggunnya membalas tweetku. Tak lama setelah sebuah lagu diputar diradio,
Mario terlihat keluar dari tempatnya siaran, ia tersenyum dan melambai kerahku.
Kenapa aku begitu yakin itu Mario? Bisa saja itu pegawai radio yang baru saja
keluar untuk mencari seseuatu. Tapi debaran jantungku tidak bisa membohongi
mataku. Debaran jantungku sama seperti saat aku merasa bahagia kala Mrio
membalas tweetku maupun pesanku.
“Adellia?” Sapanya sambil tersenyum
indah padaku. Ini adalah senyum terindah untukku, baiklah sejenak lupakan
Hendri dan statusku. Aku benar-benar terpukau seperti lagu Astrid kali ini.
“Iya… Mario?” Aku berpura-pura
tidak yakin, walau dalam hatiku sangat yakin laki-laki tampan dihdapanku adalah
Mario! Ya tidak perlu diragukan lagi debaran jantungku.
“Masuk yuk, sampai jam berapa tadi
disini?” Mario membukakan pintu café yang berada dalam satu gedung dengan
kantor penyiaran. Lantai dasar dari kantor ini memang café dengan desain
vintage.
“Baru kok, Mario gak siaran?” Aku
masih terpana hingga suaraku bergetar karena gugup. Bodoh, inilah sisi bodoh
Adel, sisi canggung yang ingin aku sembunyikan.
“Oh, duduk dulu deh ya. Bentar lagi
mau siaran lagi keatas. Mau minum apa? Hmm… Suka Kopi? Disini yang enak sih
Vanilla Latte-nya, mau?” Wajah seriusnya saat melirik daftar menu dan memesan
minuman untukku sungguh membuatku ingin berlari padanya sekarang juga, dan
mencubit kedua pipinya yang sedikit chubby.
“Boleh apa aja…” Oh Ayolah Adel,
kendalikan sikap gugupmu dan jangan merusak suasana indah ini dengan nada ah
eum saja.
“Mba Vanilla Latte 1 ya… Adel, aku
keatas dulu yaa siaran, nanti balik lagi…” Mario langsung berlari menaiki anak
tangga, dan mataku tak henti-hentinya mencari sosok tampan yang memiliki suara
merdu itu. Jika sebelumnya aku menyukainya karena suara merdunya, kali ini aku
menyukai ketampanan wajahnya. Aku benar-benar merasa Mario pria idealku. Tentu.
Saat aku menatap sekeliling ruangan
ini, aku menemukan sebuah kaca tepat diatasku. Dan Mario terlihat duduk disana.
Ternyata dari sanalah ia mengeluarkan suara merdunya dan menyembunyikan
ketampanan wajahnya.
Tidak, jangan melirik kerahku,
jangannnn!!! Oh sial! Dia melirikku dari atas tempat dia siaran. Tersenyum dan
melambaikan tangannya kearahku. Apakah dia berniat membunuhku dengan pesonanya?
Oh ayolah Mario, jangan membuatku mati karena terpesona padamu. Berhentilah
bersikap manis dan memikatku. Tidak ini bukan salahnya, aku terlalu menikmati
pesonanya? Bukankah begitu? Lalu bagaimana cara mengendalikan diriku dari
pesona yang Mario berikan sejak awal aku bertemu dengannya?
To Be Continued…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar